Sejumlah mahasiswa melakukan aksi mengenai perpanjangan IKT di depan Gedung Rektorat pada Senin,(24/01/2022).(Foto: Putri Mutia Rahman/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Pada Senin (24/01/2022) mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba), telah melakukan aksi di depan Gedung Rektorat, sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa yang belum bisa membayar Infaq Kuliah Tetap (IKT). Aksi kemarin berakhir pada audiensi yang membuahkan hasil perpanjangan waktu pembayaran IKT hingga (09/02/2022).
Terkait hal tersebut, Wakil Rektor III (Warek III) Amrullah Hayatudin, sempat menyinggung perihal perizinan untuk aksi IKT saat itu. Pasalnya, surat yang masuk ke kemahasiswaan tersebut berisi surat pemberitahuan audiensi di halaman Gedung Rektorat, bukan surat pemberitahuan aksi atau demo.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Darul Husnaini mengungkapkan perubahan tempat aksi dari yang seharusnya. Alasannya, supaya aspirasi mahasiswa ditanggapi langsung oleh pihak kampus, “karena ingin menyampaikan langsung kepada Rektor.” Ujarnya setelah diwawancarai di gedung Aquarium pada Rabu (26/01).
Namun, perubahan tindakan yang dilakukan oleh BEMU ini dianggap sebagai sebuah kesalahan. Pasalnya Amrullah mengatakan mereka (BEMU) ingin didengar secara langsung oleh Rektor, tapi dari pihak BEMU sendiri belum memberitahu kepada pihak Rektor dan jajarannya.
Menurutnya, aksi tersebut kurang koordinasi dalam perizinan. Sebab, BEMU baru memberikan surat izin ke Warek III pada Senin (24/01) sekitar pukul 13.30 WIB. Sedangkan pemberitahuan aksi sudah ramai tersebar pukul 10.00 WIB di hari yang sama.
Amrullah menjelaskan, seharusnya perizinan tersebut diberitahukan seminggu sebelum aksi. Ia juga menegaskan, baik perizinan aksi di pemerintahan atau ranah Universitas sekalipun, prosedur dan birokrasinya tetap sama.
Menurut mahasiswa Fakultas Dakwah (FD) angkatan 2020, Muhammad Iqbal Muzaffar, dalam mengadakan aksi tidak perlu melayangkan surat perizinan namun perlu adanya surat pemberitahuan. Ia pun menjelaskan, surat pemberitahuan tersebut berfungsi untuk memberitahukan kepada khalayak umum tentang aksi yang akan dilaksanakan. “aksi yang memerlukan surat pemberitahuan itu aksi yang memang diadakan di khalayak umum, di fasilitas umum.” Ujarnya dalam wawancara melalui pesan WhatsApp pada Kamis (27/01).
Meskipun begitu, melihat aksi kemarin Iqbal merasa sudah bagus, hanya ada beberapa hal yang perlu dievaluasi kembali, terutama persoalan administrasi dan birokrasi terhadap pihak kampus serta pihak berwajib agar lebih kooperatif. Selain itu, ia berharap tidak berakhir pada kurangnya koordinasi antara massa aksi mahasiswa dengan pihak kampus.
Menanggapi hal tersebut salah satu mahasiswa Fakultas Dakwah (FD) angkatan 2017, Ridwan Nur Arifin mengatakan ketika sebuah aksi tidak ada koordinasi kepada pihak terkait, maka aksi tersebut bisa dikatakan cacat. “Aksi tanpa proses izin, bisa dibilang cacat, karena bisa saja terjadi yang namanya kerusuhan. Hal lain yang bisa dikatakan cacat, seperti tuntutan yang tidak jelas dan data yang tidak lengkap.” Tuturnya ketika diwawancarai melalui telepon dalam jaringan (daring) pada Senin (31/01).
Ridwan menambahkan, sebuah aksi harus memiliki tuntutan yang jelas dan memberikan informasi kepada pihak terkait. Selain informasi, hal-hal seperti pengumpulan data juga harus konkrit dan jelas. Jika datanya kurang jelas, akan menyebabkan kesalahan pada aksi atau bahkan data yang sudah dikumpulkan mungkin tidak jadi digunakan sebagai poin tuntutan.
Mengenai aksi ini, pihak yang bertanggung jawab di lapangan ada Komandan Lapangan (Danlap) dan Koordinator Lapangan (Korlap). Pada aksi di lapangan, Korlap akan ikut turun ke jalan bersama massa aksi, sedangkan Danlap disembunyikan identitasnya.
“Ya kan identitas kita ga tau kalau bocor ke publik ada yang laporin atau apapun itu, meminimalisir bocor identitas untuk saling menjaga saja.” Kata Formatur Wakil Presiden Mahasiswa tersebut melalui pesan WhatsApp pada Senin (31/01).
Pewarta : Adzkiyaa Ardhinissa & Pilar Raditya Pratama/job
Penulis : Pilar Raditya Pratama/job
Editor: Reza Umami