Bandung, SM – Berawal dari keinginan membuat konser musik, hingga tercetus ide pementasan teater berjudul Taraksa. Berlokasi di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, pagelaran Teater EPIK volume #5 digelar. Berangkat dari naskah karya Sutansyah Marahakim yang juga merangkap sutradara Taraksa.
Proses eksekusi naskah, pemain, dan lainnya berlangsung selama kurang lebih enam bulan, terhitung sejak September 2012. Pemain berasal dari berbagai SMA dan Universitas di Bandung. Talitha Yurdhika pemain Taraksa mengatakan, “Kendala dalam latihan hanya ada di waktu dan kekompakan antar tim”.
Mengangkat tema fantasi dengan setting panggung berbeda dari teater lainnya coba ditawarkan Taraksa ke penonton. Letak pemusik yang berada di depan panggung, memberikan kesan lebih mencolok ketimbang pagelaran teaternya. Hal ini diakui Marikar Arsy selaku produser sebagai pembeda Taraksa dari teater lain, “Taraksa merupakan konser musik yang ada cerita teaterikalnya. Jadi, musik yang divideo klip oleh teater, namun bukan teater musikal.”
Selain itu, penonton juga diajak berpartisipasi dalam teater ini, dengan turut memegang lilin dipertengahan jalan cerita. Beberapa pemain dalam Taraksa juga turun ke kursi penonton dan melanjutkan lakonkan di sana. “Suprise! Pemain turun dan ini baru. Aneh tapi bagus,” ujar Mirna Suwardani penonton yang juga orang tua pemeran utama Taraksa.
Taraksa sendiri bercerita tentang kisah pemuda yang pergi menentang langit untuk menjemput kembali wanita yang dicintainya, Chiandra. Singkat cerita, pemuda yang bernama Taraksa itu pada akhirnya tetap tidak berhasil menjemput cintanya, meski sudah bertarung dan memberikan segalanya, karena Chiandra memilih untuk tidak kembali. “Taraksa is such a blessing,” ungkap Gufron Perdana pemain Taraksa.
Teater EPIK volume #5 ini berlangsung dua hari dengan tiga kali pertunjukan (petang, purnama, dan penutup), dari 26-27 Februari dengan pertunjukan alur cerita yang sama persis. Di lokasi pagelaran, penonton juga dapat membawa pulang aksesoris Taraksa yang dijual dengan harga beragam.
Arsy mengatakan, untuk mengadakan pementasan harus berani dari produksinya dan juga kesipan konten. “Semoga ini bisa jadi wadah mengekspresikan jiwa seni mereka, generasi muda,” tutup Arsy. (Monica Rantih Pertiwi/SM)