Perwakilan dari Gloud Production selaku pemenang kategori Pejuang Emas sedang memberikan sambutan kepada penonton terkait kemenangan yang diraihnya di Ceremony & Awarding Night Tamansari Film Festival di Taman Film Bandung pada Sabtu (15/10/2016). Kegiatan ini merupakan rangkaian puncak dari Tamansari Film Festival yang diselenggerakan sejak awal tahun ini, agenda tersebut juga diisi dengan pemutaran film karya peserta dan dari juri. (Vigor M. Loematta/SM)
Suaramahasiswa.info, Bandung – Siang itu, anak – anak kecil dengan riang bermain saling kejar, tak dihiraukan kesibukan di sekitar mereka. Di belakangnya, terlihat beberapa orang tengah sibuk lakukan persiapan. Jelang acara nanti, taman itu tampak makin ramai. Sabtu siang (15/10) hingga malam nanti Taman Film yang berada di bawah Jalan Layang Pasupati akan dipakai gelaran. Ya, acara ini bernama Ceremony & Awarding Night Tamansari Film Festival (TFF) merupakan pemutaran film karya peserta lomba TFF serta penganugrahan penghargaan. Sebanyak lima film karya peserta akan diputar ditambah tiga karya dari juri yang menilai.
Pukul satu siang acara dijadwalkan untuk dimulai. Namun kenyataannya, acara dimulai sekitar pukul dua siang. Pembacaan ayat suci Al-Quran dan sambutan dari ketua pelaksana hingga presiden mahasiswa mengawali rangkaian. Oh iya, wakil rektor tiga yang juga harusnya menyambut acara tak bisa hadir, diganti oleh Nanang A. Firdausi selaku Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan. Dilanjut dengan penampilan perkusi dan akustik yang dipersembahkan oleh salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), yakni Paduan Suara Mahasiswa (Pasuma).
Segmen puncak yang dinanti-nanti tak kunjung dimulai. Katanya, megatron yang jadi media penayangan film tak berfungsi. Panitia mencari solusi, akhirnya datanglah sebuah layar ditemani dengan proyektor untuk mengganti peran megatron. Semua sudah lengkap tapi film tak kunjung tayang. Rupanya acara ditunda hingga selepas magrib, alasannya demi visibilitas yang optimal. Acara yang ditunggu-tunggu akhirnya dimulai, penayangan pertama berupa After Movie dari TFF, di tengah keseruan menyaksikan film itu, lagi-lagi kendala menghampiri. Kini proyektor serta sound mati. Kendala tersebut dapat diatasi, beberapa menit kemudian film kembali tayang.
Selepas pemutaran film karya para juri seperti “Bandung Survivor” juga “Lembar Jawaban Kita”, acara diisi dengan talkshow bersama para penilai. Talkshow tersebut membahas pengalaman para juri dalam memproduksi sebuah film, lalu dilanjut dengan Tanya jawab bersama para penonton. Seberes talkshow, penayangan karya para peserta dimulai, sebanyak lima film ditayangkan secara marathon.
Acara ini diakhiri dengan pemberian penghargaan kepada pemenang masing-masing nominasi. Kategori Pejuang Emas atau film terbaik jatuh kepada judul “I Remember”, tak hanya itu film karya Gloud Production ini juga menyabet kategori Best Script serta Best Actor dan Best Actrees. Sedang urutan kedua yaitu Pejuang Perak dimenangkan oleh “B.O.N.D” karya Farhan Ardianzaf. Sedang, film dengan judul “Semalam” produksi dari Cinetax Error Production mencetak hattrick, dengan kategori Best Picture, Best Film Editing serta Best Sound Editing.
Carin Annasaya, selaku ketua pelaksana memaparkan, acara penghargaan ini merupakan puncak dari rangkaian Tamansari Film Festival (TFF) yang dimulai sejak awal tahun. Dimulai dengan Cinema on Campus serta seminar tentang perfilman. Mengenai kendala yang terjadi selama rangakaian acara, seleksi alam panitia menjadi tantangan terbesar baginya. “Tantangan terbesar untuk saya seleksi alam panitia. Awalnya ada sekitar seratus orang lalu berkurang hingga hari ini,” jelasnya.
Kendala teknis yang menggangu jalannya acara kala itu adalah megatron yang tidak bisa digunakan. Charin mengatakan, sejak seminggu sebelum penyelenggaraan ia sudah mengecek keadaaan lapangan untuk acara. Tak hanya itu, h-3 acara pun megatron masih berfungsi dengan baik. Nah, pada saat penyelenggaraan itu megatron tiba – tiba tidak berfungsi.
Saat disinggung mengenai anggaran yang digunakan, Charin mengaku tak bisa menjawab. Ia mengatakan, ada bantuan dari Bagian Kemahasiswaan karena acara ini merupakan salah satu program kerja Badan Eksekutif Mahasiswa Unisba (BEMU). Tak hanya dari kemahasiswaan, dana pun disokong oleh adanya sponsor.
“Untuk anggaran saya ngga bisa jawab. Tapi, yang pasti ada sedikit bantuan dari Bagian Kemahasiswaan,” terangnya.
Carin berharap, kegiatan ini akan tetap ada untuk ke depannya. Soalnya, keberlangsungan agenda ini bergantung dari kepengurusan BEMU periode selanjutnya. Lalu, ia juga mengharapkan agar mahasiswa dari Unisba lebih berani membuat film. “Saya juga berharap teman–teman Unisba lebih berani membuat film lalu mengikutsertakan ke kompetisi seperti ini,” harap mahasiswi angkatan 2013 ini.
Salah satu penonton Siti Nurjanah menilai, acara yang diselenggarakan menarik, ia juga kagum dengan peserta yang jauh–jauh datang dari Semarang. Namun, kendala teknis seperti megatron yang tidak berfungsi turut menggangu jalannya acara. Harapannya, persiapan acara ke depan lebih matang lagi, serta menarik banyak peserta untuk berkompetisi.
“Intinya acaranya menarik. Tapi waktu tadi megatron mati cukup mengganggu. Semoga ke depannya lebih dipersiapkan lagi,” tutupnya.
Cici Caniah salah seorang peserta menuturkan, niatnya mengikuti kompetisi ini berawal dari tugas kuliah. Ia yang menempuh pendidikan di jurusan televisi dan perfilman mengaku film yang dilombakannya merupakan salah satu tugas. Menurutnya, acara ini sudah sukses untuk menjaring sineas–sineas independen. Mengenai kendala ia mengatakan, molornya acara serta megatron yang berfungsi mengganggu. Ke depannya ia berharap, acara seperti ini tetap ada agar para sineas bisa menunjukkan hasil karya mereka. (Vigor M. Loematta/SM)