Foto ilustrasi ragam cara berpakaian mahasiswa Unisba ketika melakukan kegiatan perkuliahan. (Foto: Syifa Khoirunnisa/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba- Rektor Universitas Islam Bandung (Unisba) resmi mengesahkan Surat Keputusan (SK) berbusana muslim dan mensosialisasikannya melalui dalam jaringan (daring) pada Selasa (9/8). Berbagai aturan dan sanksi dalam SK menimbulkan pro dan kontra dikalangan mahasiswa Unisba.
Kepala Bagian Peningkatan Ruhul Islam dan Pengelolaan Masjid (Kabag PRIPM), Muhammad Yunus mengatakan bagi mahasiswa yang tidak berpakaian sesuai dengan aturan, maka tidak akan mendapatkan pelayanan pihak universitas. Aturan berpakaian yang Islami tersebut seperti mahasiswi wajib berkerudung hingga menutupi dada, larangan memakai pakaian yang ketat, hingga wajib menggunakan sepatu di lingkungan kampus.
“Bagi mahasiswa non muslim tidak dipaksa untuk berpakaian Islami, namun tetap harus berpakaian yang sopan.” Ungkapnya pada Selasa (9/8).
Walau demikian peraturan yang akan diterapkan pada bulan September 2022 mendatang ini masih terus alami penyempurnaan secara bertahap. Sebab belum ada aturan konkret terkait bentuk dan pembagian kewenangan pengawasan serta sanksi atas etika berbusana.
Ia mengatakan untuk sementara jika mahasiswi yang tidak menggunakan kerudung, pihak universitas berencana akan menyediakannya di area pos satpam. Kemudian terkait Satuan Tugas (Satgas) berbusana yang belum terbentuk, sementara yang berkewajiban melakukan pengawasan dan penegakan adalah pejabat universitas, pejabat fakultas, fungsionaris organisasi mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik (Tendik).
Disamping itu, Yunus menjelaskan SK berbusana juga bukan merupakan implementasi dari Peraturan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS). Aturan ini hanya sebagai bentuk tata cara dalam berpakaian selama menjadi mahasiswa Unisba. Namun ia berharap peraturan berpakaian secara tidak langsung dapat mengurangi jumlah kekerasan seksual secara drastis.
“Dengan adanya peraturan ini dapat mengangkat harkat dan mertabat wanita, dan laki-laki pun terjaga nafsunya ketika melihat wanita,” Ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, salah satu mahasiswa Fakultas Psikologi (FPSI) angkatan 2019, Muhammad Fadlan Habibulla mengatakan peraturan ini terlalu mengatur cara berpakaian seseorang. “Menurut saya, berbusana itu ya sopan dan tidak mengganggu orang lain. Untuk dijadikan peraturan, itu kurang.” Ujarnya setelah diwawancarai melalui daring pada Selasa (9/8).
Senada dengan Fadlan, ketua Dewan Amanat Mahasiswa Unisba (DAMU), Aziz Aulia Rahman mengatakan peraturan ini terlalu mengatur hal-hal diluar peraturan berbusana, seharusnya berfokus pada pakaiannya saja. Tidak perlu mengatur pemakaian aksesoris, rambut, perhiasan, hingga make up sebab jika sudah mengatur ke ranah pribadi, universitas akan membatasi ekspresi mahasiswanya.
Sementara itu, pendapat yang berbeda dilontarkan oleh mahasiswa dari Fakultas Syariah (FS) angkatan 2020, Dini Nurjanah mengatakan dengan adanya penerapan peraturan berbusana justru bagus untuk diterapkan kepada mahasiswa sebab sesuai dengan aturan agama.
Penulis: Reza Umami
Reporter: Reza Umami dan Tsabit Aqdam Fidzikrillah
Editor: Sophia Latamaniskha