Tria Sasuci dari Praxis in Community sedang menjelaskan gangguan yang dihadapi oleh perempuan di ruang publik di Aula Unisba, Selasa (9/12).
Suaramahasiswa.info, Unisba– Acara tahunan Komnas Perempuan melalui kegiatan 16 hari kampanye terhadap perempuan di Gedung Aula Hj.Kartimi Kridoharsojo, Unisba. Acara ini dilakukan secara nasional diberbagai daerah di Indonesia. Rangkaian acara tahunan ini dilaksanakan mulai tanggal 25 November-10 Desember 2014, roadshow dilakukan diberbagai kampus seperti Maranatha, Universitas Parahyangan (UNPAR), Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN) dan terakhir Universitas Islam Bandung (UNISBA) yang berkerjasama dengan Fakultas Psikologi.
Acara yang bertemakan Stop Street Harassment atau gangguan di ruang publik ini terjadi terhadap kaum perempuan. Seperti riset yang dilansir Ihollaback.org sebuah organisasi di bidang gangguan di ruang publik yang dialami kaum perempuan, bahwa 99% korban dari harassment adalah perempuan. “Kekerasan yang didapat oleh para perempuan bukan sekedar Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ataupun gangguan berupa panggilan yang membuat tidak nyaman hingga berbentuk fisik seperti pelecehan seksual,” ujar Faldhy Dwi Budiansyah (22) salah satu panitia acara.
Ketidaktahuan Street Harassment membuat orang-orang kurang menyadari bahwa sebenarnya perempuan tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Menurut Stopstreetharassment.org sebuah organisasi dibidang gangguan ruang publik yang dialami kaum perempuan, 70% perempuan yang tinggal di New York pernah dibuntuti oleh orang asing pada saat malam hari. “Disini kita harus menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada, dan sadarnya akan kesetaraan gender,” ujar Faldhy.
Pelaksanaan acara ini di latarbelakangi oleh kasus-kasus kekerasan seperti yang di jelaskan oleh Tati Suandi (45), perwakilan dari Praxis in community. Pembantaian keluarga Minerva Mirabal bersaudara di Republik Dominika mereka di bunuh dan diperkosa secara kejam. Hal itu disebabkan karena kritikan-kritikannya terhadap kampus dan pemerintah pada saat itu. “Kita ingin menghapus kekerasan terhadap wanita dan minoritas, etnis, ras dan agama yang beranekaragam,” ujar Tati Suandi
Dalam Acara Stop Street Harassment diharapkan para perempuan lebih berhati-hati akan ganggungan-gangguan yang terjadi di ruang publik. Seperti yang di paparkan Tria Sasuci (28) selaku pembicara dari Praxis in Community “Lelaki melihat wanita sebagai objek yang bisa dinikmati. Pelecehan ini adalah realitas yang dihadapi oleh kita sehari-hari maka kita perlu menanganinya secara tegas.” tutup Tria Sasuci. (Wulan dan Sylvia/Job)