
Poster yang diangkat oleh massa aksi bertuliskan "Soeharto Bukan Pahlawan!" dalam aksi Memperingati Hari Kejatuhan Soeharto di Taman Braga No.12, Kota Bandung pada Rabu (21/5).
Suaramahasiswa.info, Unisba- Komite 21 Mei menggelar aksi refleksi yang bertepatan dengan Hari Kejatuhan Soeharto pada massa Orde Baru di Taman Braga, Kota Bandung pada Rabu, (21/5). Aksi ini diramaikan oleh sejumlah elemen masyarakat serta orang-orang yang menginginkan adanya perubahan pasca reformasi.
Kevin, Perwakilan dari Komite 21 Mei, mengatakan jika aksi ini dilakukan mengingat tidak banyak hal yang berubah selama 27 tahun Reformasi Indonesia. “Nah, kita lihat selama 27 tahun reformasi, banyak sekali pelanggaran HAM yang masih terjadi bahkan yang di masa lalu itu tidak pernah dituntaskan begitu. Agenda reformasi yang sampai hari ini pun terlaksana itu mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme bagi kami hanya slogan saja,” ujar Kevin saat diwawancarai pada Rabu, (21/5).
Kevin melanjutkan, enam tuntutan reformasi yang lain, seperti adili Soeharto dan para kroninya pada Orde Baru tidak pernah benar-benar dilakukan. Bahkan, di masa kini Soeharto direncanakan menjadi Pahlawan Nasional.
Selain itu, amanat lain pasca reformasi yaitu, hapuskan dwifungsi ABRI tidak pernah terlaksana. Terlihat dari indikator penting dalam penghapusan dwifungsi tersebut yang salah satunya adalah pembubaran komando teritorial dari tingkat desa sampai provinsi masih dilakukan. Tidak hanya itu, Militerisme hingga saat ini masih terus mengganggu kehidupan warga sipil yang semakin diperparah dengan dilibatkannya militer ke ranah pendidikan.
Di masa kini, reformasi yang tidak banyak mengalami perubahan tersebut akhirnya berdampak pada kebijakan-kebijakan yang kurang berpihak terhadap rakyat. Beberapa diantaranya penyelewengan tugas tentara di tengah rakyat sipil, kebijakan ekonomi yang berpihak pada modal asing, masifnya pembukaan lahan sawit, hingga aktivitas tambang yang sedikit memberikan keuntungan pada industrialisasi nasional.
“Pada akhirnya ini mengarah kita melihat bahwa cita-cita itu akan semakin jauh dan ruang ruang untuk berekspresi, kebebasan berpendapat itu akan semakin direpresi, semakin kecil ruangnya. Itu mengapa kita mengadakan aksi simbolik untuk mengingatkan kembali bahwa ada cita cita reformasi yang itu justru semakin kecil ruangannya dan kita tidak pernah terselesaikan.” ucap Kevin.
Lebih lanjut, Kevin berharap dengan diadakannya agenda seperti aktivasi publik, dapat membantu merawat ingatan terutama generasi muda yang belum pernah mengalami Orde Baru. “Jadi kalau ditanya harapan, kami berharap bahwa pendidikan politik, bahwa ada yang salah dalam sistem demokrasi kita itu terus meluas, khususnya dikalangan generasi muda yang belum pernah mengalami orde baru. Jadi, ini sebetulnya sebagai salah satu cara untuk merawat ingatan juga.” ujarnya.
Salah satu massa aksi, Gungun Ginanjar menyambut baik pelaksanaan aksi ini. Menurutnya, peringatan Hari Kejatuhan Soeharto dapat membantu mengingatkan sejarah kelam yang dulu dilalui rakyat pada masa pemerintahan Orde baru sekaligus menjadi ajang untuk terus bersuara menuntut semua elemen termasuk pemerintahan yang lebih baik lagi.
Gungun berharap semua orang dapat bersama sama saling menggaungkan semangatnya untuk mengawasi pemerintahan. “Kita harus sama semangat dalam hal apa, dalam mengawasi pemerintahan yang lagi gonjang-ganjing ini.” ucap Gungun saat diwawancarai pada Rabu, (21/5)
Massa aksi lainnya, Falus merasa bersyukur diadakannya aksi memperingati Hari Kejatuhan Soeharto. Sebab, Ia paham betul pentingnya momen sejarah kejatuhan Soeharto tersebut dan bagaimana seharusnya perjuangan melawan militerisme Orde Baru itu dilakukan.
Terakhir, Falus berharap masa yang mengikuti aksi kali ini dapat mengabarkan kepada rekan rekannya agar selain peringatan Hari Kejatuhan Soeharto, di masa yang akan datang mungkin ada pula perlawanan-perlawanan lainnya. “Mudah-mudahan hal yang dilakukan hari ini berlipat ganda gitu, pesannya.” ujar Falus saat diwawancarai pada Rabu, (21/5)
Reporter: Dandi Pangestu Rusyanadi/SM & Violetta Kahyang Lestari Fauzi/SM
Penulis: Violetta Kahyang Lestari Fauzi/SM
Editor: Adelia Nanda Maulana/SM