(Ilustrasi oleh Fadhis/SM)
Suaramahasiswa.info, Bandung – Menginjakan kaki di sekitaran Alun-alun Bandung tentunya mengingatkan kita pada gedung-gedung tua bergaya Eropa. Di balik kemewahan bangunan tersebut terdapat orang-orang penting yang berperan dalam pembuatannya.
Tak banyak orang yang mengetahui sosok Charles Prosper Wolff Schoemaker, salah satu pelopor arsitek gedung-gedung bersejarah di Bandung. Melalui tangan dinginnya ia berhasil membentuk wajah Bandung tempo dulu. Hingga detik ini karyanya pun masih kokoh menghiasi Kota Bandung misalnya Gedung Merdeka (1921), Landmark (1922), Gereja Bethel (1925), Observatorium Bosscha (1925), Holet Preanger (1929), Villa Isola (1932), Masjid Cipaganti (1933), Villa Merah (1933), dan Penjara Sukamiskin (1935).
Menariknya meskipun ia terkenal sebagai arsitek, nyatanya secara khusus Schoemaker tidak pernah mengenyam pendidikan arsitektur. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan S1 di Delft University of Technology, Belanda yang kemudian menitik karirnya di Akademik Militer Belanda dan lulus dengan pangkat letna zeni militer.
Dosen Arsitektur ITB, Bambang Setiabudi pada Selasa (7/11/16) menjelaskan dalam merangcang gedung, Schoemaker lebih cenderung mendominasi gaya Eropa di setiap bangunannya. Namun ia juga mencoba untuk mengadopsi unsur-unsur lokaliti. Meskipun begitu sifatnya hanya elementer, artinya kombinasi tersebut tidak menyeluruh secara penuh substansi, gaya eropa tetap mendominasi pada bangunannya.
Menurut Bambang, Schoemaker tidak memiliki gaya khusus dalam merancang sebuah gedung. Namun disetiap bangunan yang dirancang sering terdapat style Art Deco. Gaya ini berkembang di Eropa tahun 1910-1930an dan berkembang ke berbagai negara termasuk Indonesia yang dibawa oleh Kolonial Belanda. Bangunan Schoemaker yang menggunakan gaya Art Deco ialah Villa Isola, Mesjid Cipaganti dan Hotel Preanger. “Bangunan-bangunan tersebut dari jauh juga langsung kelihatan itu semua art deco-nya kuat banget,” ungkap Bambang.
Selain itu unsur lokaliti yang diadaptasi oleh Schoemaker pada bangunan Villa Isola ialah pada sumbu yang mengarah ke Utara Selatan. Menurut Bambang, sumbu dianggap istimewa di budaya Timur yang menjurus ke tempat-tempat sakral, sama halnya dengan masyarakat Jawa Barat yang menganggap Tangkuban Perahu sebagai tempat yang istimewa.
Hasil karya lainnya yang terkenal ialah Gedung De Majestic yang bertempat di Jalan Braga, Bandung. Awalnya gedung tersebut bernama Concordia dan sempat berubah namanya menjadi New Majestic. Tak lepas dari gaya bangunannya, Schoemaker menambahkan ornamen Nusantara seperti kala (Dewa penguasa waktu) di bagian atas gedung.
Bambang pun menambahkan bahwa pada zaman dahulu, orang-orang Belanda memang sengaja membangun bangunan khusus, untuk kepentingan mereka sendiri bukan untuk orang-orang lokal. Dulu pun gedung De Majestic hanya digunakan oleh pada meneer Belanda pengusaha perkebunan sebagai tempat hiburan.
Menurut hasil penelitiannya, Bambang menuturkan terdapat kurang lebih sekitar 25 gedung di Bandung yang dirancang oleh Schoemaker. “25 juga plus-minusnya jadi masih ada yang meragukan, itu bangunan yang dibuat olehnya atau bukan. Bisa jadi lebih atau kurang dari 25, karena ada beberapa yang kita masukan tapi dengan catatan kakinya,” sambung Bambang.
Selain menjadi arsitek, Wolff Schoemaker juga pernah menjadi orang penting di pemerintahan. Ia menjabat sebagai kepala Burgerlijke Openbare Werken (BOW) di Batavia salah satu dari empat algemeen bestuur yang bertanggung jawab atas masalah pekerjaan umum untuk skala Hindia-Belanda. Namun setelah itu, ia lebih memilih keluar dan bergabung dengan adiknya, R.L.A. Schoemaker di Bandung.
Menurut pemaparan Bambang, kala itu adiknya menjadi guru besar pertama di Institut Teknologi Bandung, kemudian adiknya ditarik untuk menjadi guru besar di Delft university of technology. Diangkatlah Wolff Schoemaker menjadi guru besar ke-2 di ITB menggantikan adiknya. “Guru besar ITB pertama kali itu malah adiknya, jadi Schoemaker kedua. Nanti dia ikut join dari batavia ke sini, dan salah satu muridnya ialah Presiden Soekarno” papar Bambang.
Wolff Schoemaker telah banyak mewariskan bangunan-bangunan yang kini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan menjadi penanda di wilayah Kota Bandung. Artinya ia memiliki peran penting dalam peradaban dan menambah panjang catatan sejarah bagi Kota Bandung. Sampai akhir hayatnya Schoemaker menetap di Bandung dan dimakamkan di TPU Kristen Pandu tahun 1949. (Gina Fatwati/SM)