Dokumentasi Pribadi
Suaramahasiswa.info – Memberikan pendidikan pada anak-anak tidak melulu dilakukan secara formal oleh guru di sekolah. Beragam cara dapat dilakukan, bisa lewat komunitas penggerak pendidikan yang cukup menjamur di Bandung. Salah satunya Komunitas Arsa, yang didirikan oleh Gracety Shabrina selaku ketuanya sendiri.
Sejak bulan Mei 2017, Komunitas Arsa Bandung berdiri di bawah naungan CT Arsa Foundation. Kata ‘Arsa’ diambil dari bahasa sansekerta yang artinya adalah kebahagiaan. Pada intinya, komunitas ini memiliki prinsip bahwa berbagi kebahagiaan dan menanamkan budi pekerti kepada anak-anak adalah hal yang sangat penting.
“Ibaratnya budi pekerti itu seperti pipa dan air yang mengalir didalamnya adalah ilmu. Jika pipanya bocor, maka airnya jadi tidak bermanfaat. Begitu juga dengan budi pekerti yang rusak akan membuat ilmu jadi tidak berguna,” sahut Gracety yang akrab disapa Eci.
SAFE (sharing, fun, and educating) menjadi program andalan komunitas ini. Fikri Maulana sang project manager menceritakan, dalam kegiatan tersebut metode yang dilakukan sarat akan hal-hal yang penuh kesenangan; seperti bermain di alam bebas dan ada pula sesi mendongeng.
Dalam menjalankan kegiatannya, komunitas ini fokus mencari anak-anak yang berada di daerah pelosok. Fikri pun menjawab alasannya di tempat yang jauh terpantau. “Bandung itu meskipun sudah jadi ‘kota’ tapi ternyata masih banyak daerah yang sulit akses pendidikannya. Padahal zaman semakin maju dan banyak hal-hal baru yang berkembang.”
Misalnya saja saat kegiatan SAFE yang dilakukan di Desa Gambung, Ciwidey 12-14 Januari 2017. Rata-rata anak di sana memiliki cita-cita menjadi dokter atau guru, sayangnya itu dirasa mustahil oleh orang tua mereka. Pola pikir seperti itulah yang ingin diubah oleh Komunitas Arsa ini. Gracety dan teman-temannya percaya, selain pendidikan, kemauan untuk bermimpi setinggi mungkin juga sangat penting demi kemajuan bangsa.
Acara tersebut juga membuka kesempatan bagi para relawan yang ingin berpartisipasi. Nur Anita, salah satu relawan yang berkuliah di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), mengetahui komunitas ini dari temannya. Atas rasa keingintahuannya, dia pun tertarik bergabung setelah mengintip media sosial Komunitas Arsa. “Dua hari main sama anak-anak dari pagi sampai sore bener-bener bikin seneng. Apalagi anak-anaknya juga pada antusias,” ujarnya.
Di akhir perbincangan, Anita pun berpesan bahwa sejatinya anak-anak yang tinggal di desa atau di pedalaman itu punya hak yang sama dalam mengenyam pendidikan. “Harapan saya, semoga teman-teman terus konsisten dalam memperjuangkan hak pendidikan anak,” tutupnya. (Fadhis/SM)