Ilustrasi: Dokumentasi SM
Ramadan tiba, tentu siapa yang tidak merindukannya? Momen satu bulan dalam satu tahun ini menjadi ajang memburu pahala, juga amal sebanyak-banyaknya. Karena Allah memberikan ganjaran lebih, bagi sesiapa yang beribadah di bulan Ramadan. Secara serentak, khalayak dengan latah menjadi taat beribadah, tidak ada yang salah, karena niat seseorang siapa yang tahu, betul?
Nah, bulan Ramadan dijadikan momentum untuk berkumpul bersama keluarga, sengaja pergi ke kampung halaman untuk merasakan nuansa puasa di sana. Setidaknya untuk menikmati hidangan masakan kesukaan yang digarap oleh ibu tercinta. Tapi apa jadinya, bila kita disibukan oleh kegiatan perkuliahan tatkala puasa? Karena terbentur jadwal akademik kampus tidak meliburkan perkuliahan. Sebenarnya tidak masalah karena sudah menjadi tanggung jawab dan konsekuensi. Namun, bagi anak indekos hal ini menjadi tantangan sehingga bulan puasa akan memiliki cerita yang berbeda.
Sungguh dilematis—yang ini hiperbola—mahasiswa yang harus jauh dari sanak keluarga. Berikut sejumlah sedih senang mahasiswa indekos yang menjalankan puasanya jauh dari keluarga tercinta.
Mager, Males, Problematika Tatkala Waktu Berbuka Tiba
Mager: adalah tren baru mahasiswa. Akronim dari males gerak ini adalah polemik laten yang dihadapi oleh mahasiswa indekos. Alih-alih di rumah tinggal makan, saat bulan puasa ia harus beli sendiri, mencari hidangan yang akan disantap.
Hal tersebut dialami oleh Amelia Puspa Dewi, mahasiswa UPI ini sering kelimpungan untuk membeli makan saat menjelang buka dan santap sahur.
“Biasanya kalau di rumah mau makan tinggal makan, tapi kalau di kosan susah. Kadang bingung mau makan apa, males buat beli makan di luar, kadang juga makannya enggak tepat waktu karena males belinya. Kalau sahur pasti beli makannya pas malem, jadi kurang enak atau makanannya dingin,” ungkap mahasiswi Manajemen Pemasaran Pariwisata ini.
Homesick Adalah Soal Lain; Ingin Puasa di Rumah
Nuansa rumah memang tidak ada dua. Terkadang homesick menyerang secara membabi buta, saat melihat kawan bisa berbuka di rumah bersama keluargannya. Perasaan ini lah yang sering menjangkit mahasiswa indekos. Perasaan terlampau melankolis, mungkin.
Seperti yang dikatakan Arifa Nabilla Nuryadi, mahasiswa Institut Pertanian Bogor ini terkadang merasa iri dengan kawannya yang bisa berpuasa bersama keluarga. Ia membahasakan perasaan iri ini dengan: Baper.
“Homesick, baper liat orang lain yang rumahnya deket kampus dan bisa puasa di rumah,” ucap mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Manajemen 2014 ini.
Susah Bangun Saat Sahur
Sahur menjadi waktu yang sulit ditaklukan oleh kaum mahasiswa indekos. Bagaimana tidak, alarm pukul 03.30 sering kali tidak digubris. Bukan tanpa alasan, banyak kegiatan, tugas yang menumpuk dan hal lainnya menjadikan mata berat untuk terbuka saat sahur.
Yusti Amelia Sundawa mengungkapkan hal ini, ia menjelaskan banyaknya kegiatan sering kali membuat ia sukar bangun sahur.
“Faktor terbesarnya itu karena kecapean kuliah terus ngerjain tugas kuliah samapi malam, kadang capek banget dan ngantuk banget kan? Ada yang bangunin juga kadang enggak digubris, alarm kadang enggak sadar kematiin. Kalau di rumah kan ada yang langsung bangunin,” ujar mahasiswi Fikom Unisba ini.
Mengajarkan Tentang Pertemanan yang Lebih Kongkret
Bulan puasa jauh dari rumah bukan tanpa senang. Sejumlah pelajaran tentu bisa direngkuh. Mandiri, mengatur segala kebutuhan, serta lebih mendekatkan pertemanan pada teman sesama indekos adalah hal yang luar biasa.
Seperti yang diungkapkan Anwar Abdurrahman, mahasiswa Polban ini merasa pertemanan saat bulan puasa di antara teman satu indekos lebih terjalin erat.
“Serunya juga di mana kalau saat buka puasa, sama teman-teman kosan cari masjid yangg nyediain takjilnya makanan berat, biar hemat uang. Terus lebih mengembangkan rasa persaudaraan di antara temen kosan, sahur dan babarengan, ngabuburit bareng,”jelas mahasiswa Teknik Konstruksi Sipil ini.
Sejumlah cerita bisa didapatkan di bulan penuh berkah ini. Sedih senang adalah dua rasa yang biasa didapat kala berjuang menjadi mahasiswa. Tapi lebih dari itu, tantangan yang ada jangan sampai menjadi penghalang cita-cita. (Insan/SM)