
Oleh: Gana Kanzi
Entah apa yang merasuki diri saya, sehingga menjadi senekat ini?Bisa juga dibilang bahwa saya adalah korban dari kawan-kawanku yang mengaku dijawil rasa kepedulian, namun hal itu masih patut dipertanyakan. Awalnya sederhana saja, dibutuhkan kekuatan ekstra untuk menghimpun keberanian. Agak minder mengkonsumsi makanan tradisional seperti, sayur asem, sayur lodeh, rujak berbungkus daun jati, nasi liwet dan sebagainya. Rasanya perasaan malu mencuat, terasa udik dan pengen kucing-kucingan kalau mengkonsumsinya, takut dibilang ndeso.
Coba kita tanyakan sama mbah, pakde, serta sanak saudara apa dulu sudah memiliki rasa itu? “Kita masih hidup diatas Tanah Pasundan yang menjadi bagian dari republik ini atau warga asing yang berdiri diatas tanah kelahiran kita,” kawan-kawanku berceloteh seperti itu. Kawan-kawan mengira bahwa saya akan memberikan pencerahan budaya seperti zaman W. S. Rendra, Muchtar Lubisatau, Gus Dur pada zamannya?
Saya perskot! Saya tidak akan memberikan pencerahan apapun, karena apa yang saat ini terjadi sudah berbanding terbalik dengan Indonesia tahun 70-an. Indonesia yang terjajah oleh rezim, hegemoni dan penetrasi budaya, bila saya ikut campur aduk yang ada saya akan membuat masalah ini makin ruwet. Semua sudah merasakan rasa sakit yang sedemikian rupa. Semuanya seolah-olah saya menerima jab dan upper cut dari Chris Jhon. Sedikit demi sedikit kita akan kehilangan simpul kebudayaan. Perlahan tapi pasti kultur Indonesia ini terkubur dalam-dalam.
Menurutku Sayur asem dan sayur lodeh memiliki cita rasa yang luar biasa, tapi yang seperti itu hanya dihargai sebagai makanan kampungan. Hot dog, pizza dan hamburgerlah dinilai sebagai yang modern. Lalu atas dasar apa kita menamakannya sebagai makanan modern? Sehingga didalam mindset kita sayur mayur itu grade-nya lebih rendah dibandingkan makanan luar negeri. Weleh…weleh…
Lagi-lagi kita cobalah sendiri didalam kamar, “nyeruput” bandrek, wedang jahe, bandingkan dengan minuman bersoda, dari hati nurani yang paling dalam dengan menumbuhkan rasa nasionalis kita akan memilih mana? Namun, lagi-lagi demi mengedepankan modernitas kita memilih minuman bersoda. Apalagi bila ada yang bertamu kita menyuguhkan minuman bersoda dari luar negeri agar menaikan derajat dimata mereka. Ayo coba kita gali lebih dalam diri kita, makanan dan minuman tradisional apa modern mana yang akan kita pilih? Saya tidak butuh jawaban untuk diutarakan, tapi coba pikir kembali. (Bersambung…)