Suaramahasiswa.info, Unisba- Delapan tahun sudah, Warga Dago Elos mempertahankan tanahnya dari mafia tanah, si Muller Bersaudara. Konflik ini dimulai dari keluarga Muller yang mengaku atas kepemilikan sebagian lahan Dago Elos hingga berujung pada proses hukum yang panjang dan ketegangan sosial di wilayah tersebut.
Kilas Balik Peristiwa Dago Elos
Keluarga Muller mengklaim tanah Dago Elos sebagai warisan dari kakek mereka, George Hendrikus Wilhelmus (GHW) Muller. Konon katanya, GHW merupakan kerabat Ratu Wilhelmina dari Belanda yang ditugaskan di Indonesia.
Pada tahun 2014, Pengadilan Agama Cimahi menetapkan keluarga Muller sebagai ahli waris setelah diajukannya Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW). Mereka dianggap sebagai keturunan GHW Muller, yang memiliki hubungan dengan Ratu Wilhelmina.
Kemudian keluarga Muller menggugat Warga Dago Elos di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 2016 atas sengketa kepemilikan tanah di kawasan Dago Elos. Gugatan dengan berbekal Eigendom Verponding atau sertifikat tanah zaman kolonialisme Belanda ini dikabulkan oleh Majelis Hakim.
Sementara diketahui bahwa konversi tanah Eigendom Verponding hanya bisa dilakukan sampai 1980 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam artian tanah tersebut kini menjadi tanah negara apabila terlambat dikonversi.
Berlanjut pada 2017, kasus naik ke Pengadilan Tinggi karena Warga Dago Elos mengajukan banding. Namun upaya hukum ini ditolak dan warga dinyatakan kalah. Putusan tersebut kemudian dibatalkan pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan warga.
Tidak berhenti di sana, keluarga Muller tetap memikirkan cara untuk mendapat hak kepemilikan tanah. Mereka mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pada 2022, posisi pun berbalik, Muller kemudian dinyatakan menang.
Tindak lanjut kasus Dago Elos
Puncak dari perselisihan sengketa tanah di Dago Elos ini terjadi pada bulan Agustus tahun lalu, (14/8/23). Saat itu, terjadi kerusuhan antara warga dan aparat kepolisian di Dago Elos,
Kerusuhan ini terjadi karena laporan mengenai dugaan pemalsuan data dan penipuan tanah dari Warga Dago Elos yang tak diterima polisi. Warga kecewa, memblokade jalan, membakar ban, dan kayu. Tragedi pecah saat polisi melepaskan gas air mata.
Akhirnya pada Selasa (15/8/2023), laporan Warga Dago Elos diterima Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). Harapan warga untuk mendapatkan kembali tanah mereka semakin terbuka setelah Muller bersaudara ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya ditangkap pada Kamis, (18/7/2024) dan kasusnya diserahkan ke Kejaksaan. Lalu mereka didakwa atas pemalsuan dokumen untuk mengklaim tanah Dago Elos tersebut di hari Selasa, (30/7/2024).
Hasil akhir kasus Dago Elos
Kasus bergulir dengan perasaan tak pasti. Walaupun begitu, Warga Dago Elos selalu meramaikan PN Bandung saat hari persidangan.
Berbuah manis, Majelis Hakim PN Bandung memberikan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan pada Muller Bersaudara. Putusan ini berdasarkan sidang putusan perkara yang dilaksanakan di PN Bandung pada Senin, (14/10/2024),
Keduanya dinyatakan bersalah dalam kasus pemalsuan surat dan dokumen kepemilikan tanah Dago Elos. Pengorbanan dan usaha warga Dago Elos pun sedikitnya mulai terbayarkan.
Penulis: Linda Pujiyanti/SM
Redaktur: Adelia Nanda Maulana/SM