
Seseorang sedang mengangkat poster bertuliskan "BURUH BUKAN BUDAK" dalam aksi peringatan Hari Buruh Sedunia di Taman Cikapayang Dago, Kota Bandung pada Kamis (1/5).
Suaramahasiswa.info- Tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia, digunakan oleh para buruh sebagai wadah untuk berkumpul dan berserikat menyuarakan hak-hak mereka. Aksi tahun ini pun dilakukan di berbagai daerah Indonesia termasuk di Kota Bandung, Jawa Barat yang bertempat di Taman Cikapayang dan dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat pada Kamis (1/5).
Massa aksi membawa berbagai tuntutan mengenai hak buruh yang belum dipenuhi oleh pemerintah. Gilang Fauzi sebagai Juru Bicara Aliansi Buruh Bandung Raya menjelaskan bahwa mereka menuntut negara untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh mulai dari hunian, pangan, pendidikan, dan kesehatan.
“Kami juga menolak segera perampasan ruang hidup rakyat di kota maupun desa.” Lanjutnya Kamis (1/5).
Negara Belum Memenuhi Hak Buruh
Menurut Gilang, setidaknya ada tiga hak-hak dasar pekerja yang belum terpenuhi oleh negara. Hak pertama yaitu hak untuk mendapatkan upah yang layak. Gilang mengatakan dengan Upah Minimum Kota (UMK) di Bandung tahun 2024 sebesar 4,2 juta tidak sesuai dengan ketentuan standar upah yang telah ditentukan.
Senada dengan Gilang, Altaf selaku perwakilan dari Konfederasi Serikat Nasional juga berpendapat serupa. Ia mengungkapkan bahwa upah minimum saat ini tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup buruh.
“Dengan upah minimum yang ditentukan oleh pemerintah, yang mereka bilang itu udah memenuhi analisis ekonomi segala rupa-lah, itu realitanya sangat jauh dari khalayak gitu untuk buruh. Mereka tidak bisa membayar kontrakan, memenuhi jaminan kesehatannya, dan tidak bisa memperoleh akses hidup layak lainnya.” ujar Altaf pada Kamis (1/5).
Hak dasar kedua yaitu hak pemenuhan terhadap keselamatan buruh mengingat banyak pekerjaan buruh yang bekerja dalam kondisi berbahaya. Seperti pekerja di pabrik garmen atau tekstil yang jarang mendapatkan APD (Alat Pelindung Diri) dan terkadang standar Kesehatan, Kelayakan, dan Keselamatan (K3) diterapkan hanya sebagai formalitas.
Terakhir, hak buruh yang belum dipenuhi negara adalah untuk mendapatkan akses layanan kesehatan. Menurut Gilang, akses terhadap layanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) di Bandung masih terbilang tidak maksimal meskipun ditanggung negara. Hal ini termasuk sulitnya akses rujukan penyakit hingga tak jarang mendapat diskriminasi.
Perlawanan Buruh dalam Membela dan Melindungi Hak-nya
Lanjut Gilang, saat ini banyak buruh yang kecewa atas ketidaksesuaian upah dan kemiskinan struktural tak kunjung selesai. Sehingga perlawanan buruh banyak bermunculan untuk melindungi dan membela hak-nya di tempat kerja masing-masing.
“Meskipun sekarang kondisinya (perlawanan buruh, Red) naik turun, banyak pelanggaran hak, tapi di tempatnya, semua melawan di tempat kerjanya, di kampung halamannya meski mungkin enggak tercatat di sejarah,” jelas Gilang.
Heri Pramono selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengatakan bahwa setiap hari adalah sebuah perjuangan bagi buruh. Termasuk di dalamnya urusan domestik, urusan di pabrik, perjuangan melalui peringatan Hari Buruh Internasional, serta berserikat dan mengkonsolidasi pergerakan buruh.
Sedangkan menurut Altaf, perlawanan lainnya dalam hal regulasi yaitu mendorong pemerintah untuk menghadirkan regulasi yang berpihak pada buruh. Selain itu, mendorong pencabutan regulasi yang merugikan seperti Omnibus Law, serta menghapuskan outsourcing adalah hal lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hak buruh,
Perlakuan Pemerintah Terhadap Perjuangan Buruh
Hingga kini, perlawanan buruh untuk mendapatkan hak mereka tidak membuahkan hasil. Heri menganggap, negara sendiri abai terhadap kesengsaraan buruh yang hak kerjanya tidak terpenuhi.
“Enggak seperti yang Prabowo katakan beberapa jam yang lalu di media, ketika negara punya komitmen buat mensejahterakan hak buruh, tapi hanya sekedar omong-omong saja.” ucap Heri.
Selain itu, ia menilai negara lebih memihak kepada investor demi kelancaran investasi. Padahal Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibiayai oleh investor tersebut juga dibangun dari tangan parah buruh.
Selaras dengan Heri, Gilang berpendapat bahwa yang dilakukan negara terkait perlawanan buruh hanya sebatas perlakuan formal administratif. “Mereka hanya bisa menjawab sebagai administrasi, hanya mencatat, melaporkan, kami belum banyak ada melihat dimana negara menjamin hak-hak buruh di tempat kerjanya gitu. Kalau negara paling sebatas itu.” ungkap Gilang.
Heri mengatakan, bantuan hukum dapat diberikan oleh Lembaga Bantuan Hukum tergantung kebutuhan yang diperlukan oleh tiap individu untuk membela hak-nya. Meskipun begitu, menurutnya kekuatan yang jauh lebih penting yaitu membangun organisasi, berserikat, dan mengorganisasi satu sama lain.
Perwakilan dari Sebumi Bandung, Denal, berharap semua buruh dapat bersatu untuk melawan ketidakadilan dan ikut menyejahterakan kaum buruh. “Kita tidak bisa berpangku tangan, kita tidak bisa menitipkan nasib kita kepada rekan-rekan buruh yang berjuang. Kita harus benar-benar bersatu menekan pemerintah supaya mensejahterakan semua kaum buruh di Indonesia ini.” ujar Denal pada Kamis (1/5).
Sementara itu, massa aksi lain, Warsih mengharapkan upah buruh dapat dinaikkan seperti janji-janji pemerintah sebelumnya. “Katanya udah lebaran mau naik gaji, tapi kenyataannya masih belum. Udah lima tahun ini belum naik-naik lagi gajinya” ujar Warsih saat diwawancarai pada Kamis (1/5).
Reporter : Violetta Kahyang Lestari Fauzi & Dandi Pangestu Rusyanadi/SM
Penulis : Violetta Kahyang Lestari Fauzi/SM
Editor : Adelia Nanda Maulana/SM