Koalisi Jurnalis untuk Kebebasan Pers yang sedang menggelar aksi di Taman Vanda, Kota Bandung, pada Kamis (31/08). Aksi ini digelar atas dasar tindakan kekerasan aparat kepolisian terhadap jurnalis belakangan ini. (Foto: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM)
Suaramahasiswa.info, Unisba— Dua pekan lalu, Senin (14/08), dua jurnalis mendapat tindakan represif dari aparat kepolisian saat menangani protes Warga Dago Elos. Atas hal tersebut, Koalisi Jurnalis untuk Kebebasan Pers melakukan aksi dalam rangka mengecam tindakan kekerasan aparat terhadap jurnalis di Taman Vanda, Kota Bandung pada Kamis (31/08).
AJI mencatat terdapat 58 kasus serangan terhadap jurnalis selama periode Januari hingga Agustus 2023. Dari jumlah tersebut sebanyak 12 di antaranya merupakan serangan fisik. Dalam wawancaranya, Ketua AJI Bandung Tri Joko Her Riadi menyatakan bahwa dari sejumlah kasus kekerasan yang menimpa jurnalis ia ingin hal seperti ini tidak terulang lagi dengan berlindung dalam kata oknum.
“Kalau terus berulang menurut kami ada sesuatu yang salah dalam pendidikan institusi ini (Kepolisian, red), dalam budaya mereka, dan itu (kekerasan, red) tidak kita temui terhadap jurnalis saja tapi juga terhadap penanganan kasus-kasus warga,” ucapnya pada Kamis, (31/08).
Jurnalis bekerja dalam payung kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Selain memiliki peran untuk menyajikan informasi dan hiburan, pers juga berfungsi sebagai kontrol sosial yang menurut Tri Joko hal ini membuat media pers bertanggung jawab untuk membuat liputan yang kritis dan tajam.
Selain dari empat organisasi profesi jurnalis, Koordinator Lapangan Dikdik Ripaldi mengungkapkan bahwa aksi ini dihadiri pula oleh beberapa perwakilan dari Pers Mahasiswa (Persma) di Kota Bandung, Aksi Kamisan Bandung, Buruh, serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Dalam susunan kegiatan aksi Koalisi Jurnalis untuk Kebebasan Pers terdapat pembacaan sikap bersama yang berisi empat poin, di antaranya:
- Mengecam keras tindak kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap dua jurnalis yang sedang meliput peristiwa kerusuhan Dago Elos.
- Mendesak kepolisian dan institusi negara lain untuk menghormati profesi jurnalis yang oleh Undang-undang diamanatkan untuk melakukan peran kontrol sosial lewat kerja jurnalistik, termasuk juga kawan-kawan pers mahasiswa.
- Menuntut penjaminan kebebasan berekspresi bagi warga sipil agar secara leluasa bisa berkontribusi dalam kehidupan berdemokrasi terutama menjelang tahun politik 2024.
- Mengajak rekan-rekan jurnalis di Bandung dan daerah-daerah lain di Jawa Barat untuk bersama-sama memperjuangkan kebebasan pers.
Dikdik menandai bahwa aksi ini bukanlah akhir tapi justru membuka peluang untuk lahirnya diskusi-diskusi lanjutan yang harapannya bisa menumbuhkan kesadaran jurnalis terhadap ancaman yang ada. “Kedepannya juga akan sangat mungkin ada forum diskusi bersama jurnalis dan juga Persma membahas isu-isu keselamatan jurnalis misalnya seperti bagaimana sebaiknya kita meliput titik-titik konflik,” kata Dikdik pada Kamis, (31/08)
Sama halnya dengan Dikdik, Tri Joko berkata bahwa dengan momentum ini jurnalis bisa mendapatkan pembekalan untuk teknis keselamatan saat liputan. Selain itu ia berharap organisasi jurnalis bisa sering berkomunikasi dan bekerjasama. “Kalau kejadian pemukulan dan kasus lainnya itu kan di hilirnya, mungkin kita juga bisa melihat ke hulunya sendiri sehingga kita perlu ngomongin antisipasinya seperti pembekalan terhadap para jurnalis dan para anggota organisasi jurnalis terkait jurus-jurus keselamatan fisik dan digital,” pungkasnya.
Reporter: Syifa Khoirunnisa/SM
Penulis: Syifa Khoirunnisa/SM
Editor: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/SM