
Kolaborasi Historia van Bandoeng (HvB) dan Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika (SMKAA) dalam pertunjukan drama bertajuk ‘Bandung di Awal Revolusi’ di Museum Konferensi Asia Afrika, Jalan Asia Afrika No. 65, Kota Bandung pada Sabtu (19/8/2017). SMKAA mengadakan Night At The Museum yang merupakan bentuk inovasi berwisata malam di tempat bersejarah.
Suaramahasiswa.info, Bandung – Dalam memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ke-72, Sahabat Museum Konferensi Asia Afrika (SMKAA) mengadakan kegiatan Night At The Museum. Masyarakat pun berkesempatan menjejali sensasi malam hari di Museum Konferensi Asia Afrika, Jalan Asia Afrika No. 65, Kota Bandung, pada Sabtu (19/8).
Rangkaian acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selanjutnya, pengunjung disuguhi pidato berjudul ‘Solidaritas Asia Afrika’ yang dibacakan Ketua Pelaksana, Jody Kusuma. Pidato ini untuk mengingatkan betapa pentingnya ikatan yang terjalin antar negara.
Pengunjung juga disuguhi dengan drama bertajuk ‘Bandung di Awal Revolusi’ oleh Historia van Bandoeng (HvB) yang berkolaborasi dengan SMKAA. Di latar belakangi Jepang ingin melalukan propaganda terhadap Indonesia. Rakyat Indonesia dijadikan romusha (pekerja paksa) yang bekerja dari pagi hingga larut tanpa diberi upah. Di sisi lain, Jepang diberi ultimatum oleh Amerika Serikat, tetapi mereka menolak tunduk. Akhirnya, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Akibatnya, Jepang menyerah atas Sekutu, momen tersebut dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan.
Sampai dipenghujung acara, pengunjung dipandu untuk berkeliling museum. Pengunjung diberi penjelasan tentang benda-benda dan potret bersejarah saat Konferensi Asia Afrika. Menurut Jody, adanya kesinambungan antara hari kemerdekaan dengan Konferensi Asia Afrika menjadi momentum. “Selain bisa memperkenalkan sejarah kepada masyarakat, kami juga membuka pendaftaran anggota SMKAA,” ujarnya.
Salah seorang pengunjung, Philips Ong berpendapat, inovasi yang diusung dalam kunjungan pada malam hari menjadi berbeda. “Sejarah itu tidak boleh dilupakan. Kita bisa hidup enak saat ini, berkat pejuang-pejuang tempo dulu yang memperjuangkan kehidupan anak cucunya kelak.” (Febrian/SM)