Suaramahasiswa.info – Setiap jenis produk tentunya memerlukan sertifikat halal yang telah tertulis dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebab, hal ini menyatakan kehalalan suatu produk apakah sesuai dengan syariat islam atau tidak. Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan izin pencantuman LABEL HALAL pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Pengadaan Sertifikasi Halal pada produk pangan, obat-obat, kosmetika dan produk lainnya bertujuan untuk memberikan kepastian status kehalalan suatu produk, sehingga dapat menentramkan batin konsumen muslim. Namun ketidaktahuan seringkali membuat minimnya perusahaan memiliki kesadaran untuk mendaftarkan diri guna memperoleh sertifikat halal. Menurut KH. Abdul Halim selaku ketua MUI Kabupaten Cianjur, dalam proses prosedur pengadaan label halal pun berbeda untuk setiap produknya.
“Jelas berbeda, antara pemberian untuk label di indutri pabrik, pemotongan hewan dan restoran atau katering sendiri. Masing-masing memiliki persyaratan yang harus dimiliki untuk bisa melakukan ke tahap selanjutnya. Setelah digolongkan sesuai jenis usaha maka pemohon dapat mengisi formulir mengenai data perusahaan, jenis dan nama produk serta bahan-bahan yang gunakan,” paparnya kepada Suara Mahasiswa belum lama ini.
Dirinya mengaku selama ini aktif untuk ikut memberikan sertifikat halal untuk produk makanan. Selain itu, selalu datang pada kegiatan pemotongan ayam maupun sapi, hal ini bertujuan agar bisa melihat prosedur pemotongannya benar atau tidak. MUI tentunya tidak bekerja sendiri, pihaknya melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan untuk lab.
“Masalah ini banyak sekali masyarakat yang mengganggap adanya bayaran mahal untuk mendapatkan label halal ini. Sebetulnya mereka belum memahaminya, hanya saja ada yang harus dibayar itu justru untuk para pelaku pemeriksaan. Pasalnya kan setiap produk harus diperiksa oleh laboratorium, nah uang itu untuk alat-alat yang digunakan,” pungkasnya (Intan Silvia/ SM).