Rumah Bekas Tinggal Cut Nyak Dien terletak di Jalan Raden Sadikin Sumedang menjadi saksi bisu saat sang Srikandi Aceh ini diasingkan oleh para serdadu Belanda.
Suaramahasiswa.info – Minggu pagi, 13 April 2014 saat itu matahari masih menghangatkan seisi kota kecil ini. Sumedang sebagai kota budaya memiliki beraneka ragam seni, kebudayaannya, dan nilai sejarahnya . Apalagi dahulu kota ini dikenal sebagai Kerajaan Sumedang Larang, tak heran bila setiap tempatnya mempunyai seonggok kisah dan warisan para leluhurnya yang tak ternilai harganya. Sebut saja salah satunya Cut Nyak Dien, ia pernah meninggalkan jejak disini saat para serdadu Belanda mengasingkannya dalam keadaan rapuh dan buta.
Aku ditemani rekanku menyambangi rumahnya di Jalan Raden Sadikin, Sumedang. Sederet kalimat terpampang pada plang besi putih kusam bertuliskan “Rumah Bekas Tinggal Cut Nyak Dien Sumedang”. Pohon hanjuang, kuping gajah, dan pohon pisang, tumbuh di pekarangannya. Rumah bekas tinggalnya itu berlapiskan kayu berukuran 12 x 14 m dan menghadap ke arah jalan.
Kami disambut ramah oleh Nenden , seorang guru mengaji yang kini merawat rumah tersebut. Suasana di dalam rumah tidak terlihat seperti bangunan peninggalan sejarah, tampak beberapa foto hitam putih Cut Nyak Dien atas pemberian Belanda dan gambar senjata tradisonal Aceh (Rencong) terpasang di bilik bambu. Pada tahun 1899 setelah suaminya Teuku Umar gugur di medan pertempuran, Cut Nyak Dien melawan pasukan Belanda dibantu pasukan kecil di bawah komando Panglima Pang Laot. Namun, ia tunduk di pangkuan Belanda hingga akhirnya ditangkap lalu diasingkan ke Sumedang.
Meski saat itu sang srikandi sedang sakit, namun semangatnya tetap berkobar sehingga mengkhawatirkan para penjajah atas antusiasme rakyat Aceh kala itu. Saat berlabuh di Sumedang, Pangeran Aria Suria Atmaja mempersilahkan Cut Nyak Dien menempati rumahnya yang berlokasi di belakang Mesjid Agung Sumedang. Dua tahun ia singgah, hingga akhirnya tutup usia pada 6 November 1908. Sosok perempuan asal tanah Serambi Mekkah ini, telah menggoreskan banyak kenangan di tempat ini.
Rumah itu kini telah direnovasi atas bantuan pemerintah Aceh, tanpa menghilangkan bentuk keaslian bahkan ukurannya. Sayangnya, pihak pemerintah kota Sumedang tidak memberikan perhatian pada rumah bernilai sejarah ini. “Pihak PEMDA dan Bupati Sumedang nol, tidak ada sama sekali perhatian atas peninggalan bersejarah ini. Bangunan ini direnovasi atas bantuan pemerintahan Aceh,” keluh Nenden yang kini menempati rumah tersebut.
Lina Rachmalia menanggapi, pemerintah bukan acuh tak acuh, melainkan belum disahkannya Peraturan Daerah (PERDA) dan Peraturan Bupati (PERBUP) mengenai cagar budaya Sumedang yang resmi ditetapkan. “PERDA dan PERBUP belum ditetapkan secara resmi sehingga bangunan heritage di Sumedang, masih berdasarkan peraturan di pusat,” papar Ketua Bagian Program Sekretariat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumedang saat ditemui pada Senin, (14/4). Ia juga menambahkan pemerintah akan bergerak dan ikut melestarikan bila bangunan tersebut masuk ke dalam PERDA dan PERBUP yang tahun ini akan segera dibahas.
Meskipun demikian, banyak pembelajaran yang dapat dipetik baik itu dari kisahnya maupun peninggalannya. “Berkunjung ke sini, banyak pelajaran kita dapatkan dari sosok Cut Nyak Dien. Ia adalah wanita kuat serta seimbang antara agama dan ketangguhan duniawi,” ujar Iris Herga (20) mahasiswa STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bandung, jurusan Destinasi Pariwisata. Ia juga berharap kepada pemerintahan daerah untuk lebih peduli terhadap bangunan bersejarah di kota ini.
Tanpa jasa para pahlawan, Nenden merasa tidak akan lahir suatu generasi. Semangat juang dan tak kenal pantang menyerah membuat lawan gentar menjajah Indonesia. Perjuangan, kerja keras, dan nyawa rela mereka pertaruhkan demi mengusir penjajah dari bumi pertiwi. “ Sesungguhnya tidak akan ada Indonesia merdeka dan tidak akan pula lahir suatu generasi, tanpa adanya pahlawan,” tutup Nenden. ( Luthfi A/ SM)