Salah seorang pengemis masih berkeliaran di Mesjid Agung Cianjur (11/7). Pemerintah telah berusaha menertibkannya namun para gepeng ini masih ada diberbagai sudut tempat keramaian.
Suaramahasiswa.info, Cianjur – Gelandangan dan pengemis atau yang biasa kita kenal dengan sebutan gepeng, nampaknya masih terus berkeliaran di sejumlah titik tertentu. Seperti di pusat perbelanjaan, Hypermart, Ramayana, pusat pemerintahan dan Masjid Agung. Ketua Bidang Penindakan dari Satpol PP Cianjur, Sulaeman (53) memberikan tanggapantentang maraknya pengemis di Cianjur. “Sebenernya mereka itu ada dimana-mana, tapi ya banyaknya di tempat orang keluar-masuk, agar dijadikan empati dari masyarakat, ” tuturnya kepada Suara Mahasiswa kemarin, (10/7).
Sampai saat ini banyak sekali masyarakat yang mengeluhkan keresahannya kepada pemerintah. Dilihat dari ketentuan aturan, tentunya masalah ini juga berkaitan dengan Dinas Sosial. Pasalnya, pengemis merupakan salah satu jenis dari penyandang sosial yang perlu diperhatikan. Pihak pemerintah pun telah melakukan segala upaya agar pengemis tidak berkeliaran lagi.
“Sebenernya dulu itu kita pernah mengadakan program pembinaan untuk para gepeng sendiri. Kita mencari data mereka sebanyak 60 orang, bahkan hingga memberikan modal untuk membuka usaha yang tidak terlalu memerlukan pemikiran seperti jual gorengan. Tapi ya namanya juga udah jadi kebiasaan, mereka balik lagi buat meminta-minta,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga selalu mengadakan sosialisasi. Dalam hal ini para gepeng diberikan pemahaman tentang keagamaan, seperti dalil-dalil untuk berusaha. Kemudian member tahu mereka bahwa tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Tampaknya, segala upaya yang dikerah akan tidak menjadi solusi yang baik. “Saya kira mereka malas untuk berusaha, karena jika berjualan mungkin perlu waktu yang lama. Makanya mereka lebih milih diberi, padahal kondisi rumah mereka itu secara fisik sudah layak” tukasnya.
Menurut Sulaeman, Satpol PP dan pihak lainnya sudah objektif dalam bertindak serta regulasi pemerintahan pun sudah jelas tertera di Peraturan Daerah. Disinggung mengenai adakah sanki ketika masyarakat member uang pada pengemis, Sulaeman secara tegas menjawab belum ada untuk saat ini. “Kalau sampai sekarang belum ada, meskipun di kabupaten lain sudah diterapkan. Soalnya kita juga akan bingung, toh yang ngasih gak akan ketauan,” ucapnya.
Hal-hal diatas disebabkan karena adanya perubahan perilaku manusia saat ini. Dirinya mengatakan bahwa masyarakat Indonesia dewasa ini moralnya sudah turun. Artinya, banyak sekali orang yang senang untuk mengskplorasi kemiskinan. Secara tidak langsung, ia juga menegaskan bahwa sebenarnya para gepeng itu masih memiliki kemampuan untuk bekerja.
“Jangankan orang tua, anak-anak saja saat ini sudah banyak yang minta-minta. Padahal perlu digaris bawahi, ketika orang tua mengeksplorasi anak demi kepentinganmereka, itu bias saja dikenai pidana yang cukup berat. Hal ini masuk dalam UU mengenai kekerasan dalam rumahtangga. Kasihan juga mereka tidak merasakan indahnya dunia anak-anak yang seharusnya. Harapan kita semua kalau benar-benar kondisi perlu dibantu, maka masyarakat dan pemerintah juga harus membantu. Semoga saja Allah memberikan taufiq dan hidayah bagi mereka yang senang untuk memperlihatkan kemiskinan, walaupun terkadang kita malu dengan kondisi umat islam yang ada,” ujarnya.
Maraknya gelandangan dan pengemis menimbulkan kemirisan tersendiri bagi masyarakat, terlebih para generasi muda. Hal ini dialami oleh Dwi Ningrum Apriliani (19) yang mengaku bahwa dirinya sangat terganggu dengan masalah ini. “Bukannya gak mau berbagi, tapi kalau di pikir-pikir masih banyak hal yang dapat mereka lakukan. Terkadang sekarang ini, pengemis sudah memakai berbagai modus untuk menarik iba orang lain yang melihatnya seperti membawa anak kecil dan berpura-pura cacat,” tutupnya. (Intan Silvia/SM)