Beni Suhendar, tengah memberikan paparan mengenai meninggalnya Siti Rahmani Rauf pencetus ‘ini budi’, yang ditemui kampus Ranggagading Unisba, Rabu (11/5). Keberadaan dirinya pun, sulit tergantikan karena dia menjadi sosok filosofi pendidikan pada keluarga.
Suaramahasiswa.info, Unisba – Indonesia berduka cita. Pencetus ‘ini budi, ini ibu budi’ Siti Rahmani Rauf telah meninggal dunia di kediamannya Petamburan, Jakarta Pusat pukul 21.20 WIB pada usia 97 tahun. Kini metode itu, menjadi saksi bisu karya kenangan yang di torehkan olehnya.
Salah satu dosen Fakultas Tarbiyah Beni Suhendar, mengungkapkan berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya salah satu pencetus pemintar anak Indonesia tersebut. Menurutnya, bila melihat sistem yang dibuat Siti ini, sebuah gagasan kalau pendidikan harus kembali kepada keluarga. “Esensi pendidikan yang utama dapat diterima tentunya dalam keluarga,” ujarnya saat ditemui di kampua Ranggagading Unisba, Rabu (11/5).
“Adapun pendidikan yang disebar melalui gagasannya dapat memudahkan orang lain untuk membaca. Pasalnya kini, orang mampu mengenal bacaan Indonesia dengan santun. Ide yang dituangkan olehnya juga akan berdampak panjang pada kekuatan dalam mensejahterakan keluarga seperti memanggil bapak atau ibu,” terangnya.
Tak hanya itu, Keberadaan dirinya pun sulit tergantikan karena dia menjadi sosok filosofi pendidikan pada keluarga. “Perannya sentral dalam dunia pendidikan. Memberikan sebuah memorabilia terhadap kita semua,” tuturnya.
Kedepannya, sepeninggal dirinya kita dapat meneruskan orientasi dan membangun ide di masa yang akan datang. Ia menyatakan karya telah ia tulis juga perlu dilestarikan agar akan tetap ada meski jiwanya telah pergi dari kita selamanya. “Kita dapat melihat karya tulis beliau sangat perlu diperjuangkan di masa kini dan juga yang akan datang,” harapnya.
Laras Weninggalih mahasiswa Fikom 2015 pun turut bersedih. Ia juga baru mengetahui kalau ejaan kata tersebut lahir dari seorang Siti Rahmani. Menurutnya, anak jaman sekarang kurang minat dalam memakai bahasa Indonesia dengan benar. “Semoga bermunculan penggagas baru dengan menggunakan tulisan sesuai kaidah EYD dan benar diaplikasikan sehari-hari,” tutupnya. (Fadhis/SM)