Ilustrasi unduhan aplikasi kemerdekaan yang menggambarkan kemerdekaan adalah proses menuju kebebasan. (Tsabit Aqdam Fidzikrillah/Job)
MERDEKA ATAU MATI!
Kalimat tersebut biasa digunakan beberapa orang pada saat perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Kadang sambil berteriak-teriak sambil arak-arakan pawai 17-an dijalanan, pun terucap dalam pidato upacara penaikan bendera yang selalu dilakukan kala hari merdeka. Sebuah kalimat yang sepertinya sudah lekat dengan masyarakat indonesia pasca proklamasi. Namun, apa kita sudah sudah benar-benar merdeka?
Salah seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Padjajaran, Drs. Sukarna. Dalam bukunya ‘Studi-studi Ilmu Politik’ memberikan pengertian kemerdekaan atau freedom, yaitu, Leberation from Slavery; Bebas dari pada perbudakan dan Leberation from Imprisonment; Bebas dari pada perbudakan
Menurutnya, pengertian kemerdekaan bagi politikus bisa jadi berbeda dengan pengertian kemerdekaan bagi rakyat biasa. Pengertian kemerdekaan bagi politikus ialah bebas dari penjajahan bangsa asing, Sementara menurut rakyat biasa kemerdekaan adalah bebas dari penderitaan hidup lahir dan batin.
Dari pernyataannya tersebut dapat kita ambil suatu kesimpulan, bahwa kemerdekaan suatu bangsa bukan berarti kebebasan bagi semua rakyat di bangsa tersebut. Bahkan menurut salah seorang tokoh Anarkis, Emma Goldman, negara merupakan sebuah penjajahan bagi setiap individu. Memang kedengaran terlalu ekstrim, tetapi kita juga tidak dapat menyalahkan pernyataan tersebut. karena memang banyak rakyat atau individu yang tidak merdeka di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Sesungguhnya, bagaimana hakikat kemerdekaan bagi seorang rakyat?
Tokoh demokratik Amerika, Roosevelt, mengemukakan bahwa seorang individu dapat dikatakan merdeka jika mendapatkan empat hal, yaitu, Freedom from want (bebas dari pada kelaparan), Freedom from fear (bebas dari pada ketakutan), Freedom of speech (bebas untuk berbicara) dan Freedom of religion (bebas untuk beragama).
Dengan demikian, suatu negara pun harus dapat memenuhi empat hal diatas kepada rakyatnya. Menghilangkan rasa lapar sekaligus memberikan kesejahteraan, bukannya terus menerus memperkaya pejabat dengan gaji hingga mencapai puluhan juta, sementara di Indonesia jumlah anak yang mengalami Stunting akibat kekurangan gizi masih tinggi. Menghilangkan rasa ketakutan dengan cara memberikan perlindungan dan keamanan, bukannya mengintimidasi dan menggusur rakyat seperti yang ada di Tamansari, sehingga rakyat menganggap negaranya sendiri adalah sebuah ancaman.
Kehendak untuk berbicara dan beragama adalah sebuah hal yang menjadi sifat bawaan manusia, negara yang menghilangkan atau membatasi kehendak itu sama saja dengan melawan kehendak alam. Suatu perbuatan yang menentang kehendak alam adalah suatu perbuatan sia-sia. Sama ketika aparat melakukan represi pada demonstrasi-demonstrasi di Indonesia, artinya negara membatasi ruang gerak rakyat untuk bersuara.
Apakah keadaan Indonesia saat ini sudah sesuai dengan hakikat kemerdekaan?
Menilik pada keadaan negara kita saat ini, menurut Laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan Indonesia pada tahun 2020 tercatat sebesar 26,42 juta. Angka ini naik 5,09% dibandingkan tahun sebelumnya yakni 25,14 juta. Data tersebut menunjukan bahwa negara kita belum memberikan kebebasan dari kelaparan.
Lain hal dengan kasus kebebasan berpendapat, yang mana jika kita hanya mengambil contoh dari peristiwa tolak Omnibus law yang terjadi sekitar oktober 2020. Ratusan orang ditangkap dan sisanya direpresi oleh pihak aparat akibat ikut menyuarakan penolakan terhadap mengesahan undang-undang tersebut. Belum lagi dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang banyak memakan korban dengan pasal karet-nya. Demikian negara kita tidak memberikan kebebasan bersuara, sekaligus tidak memberikan rasa aman bagi rakyatnya.
Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa di Indonesia, kemerdekaan belum didapatkan sepenuhnya. Mungkin kemerdekaan menurut politikus saja yang didapat indonesia, yaitu bebas dari jajahan bangsa lain. Tetapi kemerdekaan menurut rakyat biasa belum didapatkan, yaitu bebas dari penderitaan lahir dan batin.
Penulis: Tsabit Aqdam Fidzikrillah/Job
Editor: Tazkiya Fadhiilah Khoirunnisa