Oleh: Ivan Nurdin*
Mahasiswa adalah pelajar yang belajar di perguruan tinggi. Gelar yang disandangnya begitu menandakan kepada keluhuran dengan kalimat Maha. Ada sebuah diferensiasi (perbedaan) antara pelajar yang dulu masih menjadi siswa dan sekarang yang telah menjadi mahasiswa. Perbedaannya adalah saat mendapatkan gelar mahasiswa. Seseorang akan lebih memperlihatkan bahwa dia adalah orang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi, dengan berlabel intelektual menjalankan Tridharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian, bahkan dalam aktualisasi keaktifan berbagai ranah organisasi.
Organisasi adalah langkah awal seorang mahasiswa saat membuka jalur menuju dunia nyata. Banyak ragam organisasi yang disuguhkan di kampus, diantaranya organisasi yang bersifat pergerakan, event organizer, keagamaan, kreativitas, profit ataupun non profit dan intelektual. Semuanya lengkap disajikan untuk mahasiswa, tinggal mahasiswa memilih mau dimana bakatnya akan disalurkan. Inilah keunikan yang tiada tara. Apabila kita mengingat masa SMA dulu, organisasi yang disediakan tidak begitu banyak. Organ intranya dikenal dengan OSIS dan kerohaniannya dengan ROHIS. Inilah perbedaan siswa yang telah beranjak menjadi mahasiswa, akan tetapi dunia realistis tidak akan pernah dilupakan, dan selalu menang jika disandarkan dengan dunia idealis. Karena sampai saat ini tidak banyak mahasiswa yang aktif dalam organisasi.
Mungkin apatis (tidak peduli) adalah kata yang tepat untuk mencurahkan keadaan ini. Tragis memang, akan tetapi inilah fenomena yang tersajikan. Sehingga timbul istilah unik yang didengar dari keseharian mahasiswa yang ada di kampus. Ada mahasiswa yang mengkaji sebuah persoalan keilmuan yang meliputi politik, filsafat, agama, ekonomi, sosial sampai berdiskusi yang bersifat mengkritik pemerintahan. Mahasiswa seperti ini disebut mahasiswa Kudis (Kuliah Diskusi). Lalu ada juga mahasiswa yang memiliki banyak planning, untuk membuat acara, seminar, bedah buku, musik, sampai perlombaan. Maka, mahasiswa seperti ini disebut dengan Kurap (Kuliah Rapat) dan cenderung aktif dalam organisasi. Bahkan ada juga mahasiswa yang mementingan nilai akademis atau kepentingan individu. Mungkin, dikarenakan sifat malas dan tidak mau bekerja. Mahasiswa seperti ini sering disebut mahasiswa Kupu-kupu (Kuliah pulang–kuliah pulang). Ini adalah bagian kecil dari sekian banyak fenomena yang ada di dalam kehidupan mahasiswa.
Dr. Nasir Tamara, M. A menjelaskan dalam sebuah artikelnya bahwa sebuah kemajemukan nilai-nilai yang ada di dataran benua asia dan stereotipe terhadap nilai-nilai orang asia sudah lama tertanam di benak Barat. Bagi mereka, Asia adalah sebuah tempat yang erotis dimana penduduknya bisa hidup bermalas-malasan karena ada iklim tropis yang menyenangkan. Pernyataan yang dilontarkan oleh kaum Barat sebetulnya tidak sesuai dengan keadaan, karena melihat sebagian besar negara asia yang lain hidupnya lebih rajin, serta disiplin, seperti Jepang dan China yang menjadi musuh besar kaum Barat atau mungkin hanya negara Indonesia saja. Realitas menjawabnya, bahwa kemalasan selalu menyelimuti orang Indonesia, jika dikhususkan kepada kaum muda yang terbilang masih produktif dalam menciptakan karya dan banyak hal. Akan tetapi, sifat produktif itu menjadi luntur karena sifat malas yang menjamur. Inilah yang seharusnya kita pikirkan bersama-sama. Berpikir panjang, luas, tidak memikirkan diri sendiri akan tetapi memikirkan umat dan bangsa.
Sejujurnya fenomena yang ada untuk sekarang ini, mahasiswa telah ternina bobokan dengan sifat malasnya sehingga apatis, bahkan sama sekali tidak pernah mengamalkan Tridharma Perguruan Tinggi, atau mungkin mahasiswa sudah tidak hafal dan kenal. Tidak pernah tersadarkan bahwa diskusi dan organisasi adalah elemen yang sangat penting dalam membawa jati diri mahasiswa. Baik dalam ranah sosial yang berhubungan dengan masyarakat yang bercita-cita menciptakan tatanan masyarakat madani, intelektual yang selalu berenang dalam lautan keilmuan lalu aktualisasi amal dalam tatanan pengabdian, serta dalam organisasi yang melatih potensi mahasiswa menciptakan sebagai konseptor dan eksekutor sehingga mampu memiliki pengalaman dalam bidang kepemimpinan. Jika mahasiswa telah terlepas dari elemen-elemen tersebut, lantas mau dibawa kemana diri kita jika akhirnya nanti kita jatuh pada lubang yang salah.
* Ketua Umum BEM Fakultas Dakwah Unisba 2013-2014 Kabinet Progressif