Foto: Net
Oleh: Gana Kanzi*
14 januri 2016, jantung ibu kota diguncang bom, tidak hanya satu tapi ada beberapa ledakan. “Duaaar!!” begitu kurang lebih bunyi bomnya. Di jam yang sedang sibuk-sibuknya itu, praktis memancing kekacauan dalam waktu singkat. Ada yang terluka, ada juga yang kocar kacir. Tersangkanya ada yang tewas, ada juga yang diduga masuk ke dalam kerumunan masa. Polisinya ada yang menembak, ada juga yang ditembak. BINnya ada sudah siaga, ada juga yang (meganggap) kecolongan. Petinggi negerinya ada yang sedang dinas keluar kota, ada juga yang menjadi saksi sidang tipikor. *ups
Terkait pengeboman ini, saya pun sependapat hal ini dikaitkan dengan adanya dugaan-dugaan bahwa ini hanyalah sebuah deception atau kepentingan semata. Atas dasar apa saya berpikir begitu?
– Kemarin adalah batas waktu masalah perpanjangan kontrak Freeport. Menurut kabar yang beredar, Freeport menawarkan 10,6 persen saham mereka kepada pemerintah. Lumayan tinggi dari yang diminta pemerintah sebesar 6-7 persen. Jadi ada yang tergiur kah dengan tawaran itu? Tapi di sisi lain, takut rakyatnya marah atau kepalang tanggung sudah marah-marah di depan awak media. Akhirnya mereka berpikir, “kita butuh deception” .
– Ada seorang anggota DPR dari PDIP yang tertangkap tangan oleh KPK terkait kasus penyuapan proyek di Kementrian PU dan perumahan rakyat. Namun kita lihat, bahwa hal ini tak terlihat di blow up oleh media mainstream. Kalau pengeboman dianggap kejahatan luar biasa, lantas korupsi kejahatan biasa saja? Apa jadinya kalau yang tertangkap anggota parpol-parpol oposisi pemerintah, semisal PKS? Matilah mereka oleh berita. Kekuasaan pun membungkam banyak pihak, bisa jadi merambah kedalam tubuh media-media kita.
– Opa Jusuf Kalla menjadi saksi di pengadilan tipikor, dengan terdakwa Jero Wacik. Saya berpikir kenapaa kok tidak ada pemberitaan terkait ini? Apa kegiatan Opa JK tidak menjual untuk dijadikan berita? Atau memang benar, terkait kabar yang mengatakan Jero Wacik adalah orangnya Opa JK. Terbukti di sana pun kesaksian Opa JK meringankan bagi Pak Jero Wacik.
– Isu hips-nya Gafatar yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini, ormas yang namanya hampir seucap dengan anaknya Raffi Ahmad itu pun diduga sebagai turunan dari NII. Tapi kalau kita lihat, adakah ini sebagai upaya untuk tetap mensejajarkan kata ISLAM dengan teroris/radikalisme? Wallahualam. Tapi seperti yang kita tahu, mau itu disebut ulah ISIS, Jamaah Islamiyah, atau Gafatar sekalipun tetap Islam dijadikan embel-embel di situ. Untungnya saja di tas tersangka pengeboman di Sarinah kemarin tidak ditemukan mushaf Al-Quran, buku tentang jihad atau kitab Riyadus Shalihin, seperti yang biasa kita lihat saat Densus 88 memperlihatkan BB (barang bukti) dari penangkapan terduga teroris. Kalau kata pengamat, inilah Operasi Intelijen.
Mungkin ada yang berpikir, negatif sekali tulisan dan pemikiran ini. Sabar.. sabar..saya tak se-naif itu, Bung! Semua ada positifnya (pasti), seperti saat ini kita diperlihatkan bahwa rakyat bosan untuk selalu cengeng, apa-apa bikin hastag #Prayfor… (blablabla) atau #Save… (blablabla). Setali tiga uang, kita malah diperlihatkan oleh hastag-hastag, semisal #IndonesiaKuat #BersatuLawanTeroris #JakartaKuat, itu jauh lebih bernas menurut saya.
Kemudian, poin selanjutnya. Kejadian ini bisa dijadikan momentum untuk masyarakat Indonesia, agar (lagi-lagi) lebih sadar akan nasionalisme, cinta tanah air, jaga harkat martabat Indonesia. Sehingga nanti tak perlu keadaan seperti ini lagi baru kita akan respect, baru kita akan bergerak. Hari ini nasionalisme, tapi besok amnesia lagi. Jangan rela terlihat lemah, karena selain investor menjauh, negara-negara adidaya pun akan dengan mudah mengobok-obok negeri ini.
Poin terakhir. Mungkin ini akan terkesan tak sopan atau gila atau gendeng atau apapun itulah. Maafkan. Begini, beberapa waktu lalu saya pernah mendengar bahwa Indonesia disebut sebagai negara yang tidak normal. Mengapa? Karena indonesia sering terkena aksi teroris dan bencana alam. Kita pun sudah mahfum dengan realitas itu, sehingga pada saat itu saya abaikan berita itu.
Tapi kemudian saya berpikir bahwa hal itu asik, renyah, dan bisa tuh digunakan untuk promosi wisata Indonesia. Hey gimana sih? Wong bencana dan teroris kok dijadikan bahan promosi, gendeng! Begini, kita bisa tulis di brosur pariwisata dengan tulisan “Exclusive Journey! Melancong ke negeri rawan bencana dan teroris! Satu-satunya didunia lho! Book your ticket now!” Bukankah memang ada segelintir orang di dunia ini yang gemar mengunjungi daerah-daerah berbahaya kan? Orang-orang itu bisa sakaw bahkan mati penasaran kalau belum bertandang ke Indonesia. Nah lho! Apapun itu, itulah argumen positif saya.
Bukan bunda salah mengandung, tapi mungkin bapa yang salah posisi. Artinya, kejadian yang kita lihat saat ini boleh jadi memang karena ulah orang yang sakit jiwa atau murni kejahatan tanpa ditunggangi siapapun. Namun, hal lain pun bisa menjadi penyebab terjadinya semua ini, misalkan karena kondisi bangsa dan keserakahan yang makin menjadi-jadi. Di satu sisi, rakyat dijepit dengan ekonomi yang morat-marit namun di sisi lain, pejabatnya yang makin hari makin melejit duitnya, gambaran wakil rakyat yang malah lebih makmur dari ketuanya, yaitu rakyat. Rakyat jengah, muak, marah dan frustasi yang akhirnya mereka mencari pelarian untuk lampiaskan kemarahan itu dan membentuk sebuah perkumpulan yang acap kali berkedok agama. Lalu terjadilah aksi-aksi radikal itu.
Kemudian mungkin kita perlu melihat posisi sebagai mahasiswa, apakah sudah benar? jangan-jangan kita menjadi lemah oleh hingar bingar yang ada. Ayolah Bung! Jangan mau menjadi mahasiswa “ayam sayur”, yang dijadikan bulan-bulanan penguasa, dijadikan penonton di acara-acara talkshow sehingga lupa dengan tanggung jawabnya pada masyarakat. Jangan juga mau menjadi mahasiswa “tali BH”, disuguhkan kenikmatan lalu amnesia seketika dengan realita. Benar memang, mahasiswa bukan tidak boleh menikmati hidupnya, atau harus turun ke jalan dan berkoar-koar mengkritik dengan toa.
Tapi apa kita tak malu menyandang title Agent of change, tapi pada realita nya kita tak berbuat apa-apa? Apa kita tak malu, kita berkoar-koar justru dengan masalah bukan dengan jawaban? Semua memang perlu bebenah, semua perlu recovery, salah menyalahkan tak ada guna pula. Semoga kejadian ini berdampak pada negeri ini dan kita semua.
Mungkin inilah sedikit tulisan dari orang kecil nan kumel, yang menyadari bahwa hidup tak selayaknya terus berputar dilingkaran hamster.
Maafkan segala pemikiran dan opini saya. Semoga bermanfaat.
Tabik!
*Penulis adalah Pemimpin Umum Pers Suara Mahasiswa Unisba