
Foto: Dokumentasi pribadi narasumber.
Suaramahasiswa.info, Unisba -Belakangan ini Indonesia mengalami musibah bencana alam terus menerus di akhir tahun, dimulai dari longsor, banjir serta gempa dan tsunami. Dan baru-baru ini, Indonesia kembali berduka dengan kabar mengenai tsunami di Banten dan lampung. Serentak semua pemberitaan televisi di Minggu pagi (23/12) melaporan mengenai bencana yang terjadi pada Sabtu malam (22/12). Tak hanya itu, bagi milenial, trending youtube mengenai gosip terhangat di Indonesia pun tergeser dengan adanya pemberitaan ini.
Mendengar kata tsunami pastinya membuat takut jika hal tersebut menimpa kita. Melihat saudara sebangsa yang tertimpa bencana, seuruh elemen masyarakat berbondong-bondong memberikan pertolongan baik materi pun moril terus digalangkan untuk korban bencana.
Pada Senin (24/12) yang semestinya masyarakat Bandung masih bisa menikmati teh atau kopi, kasur atau tempat tinggal yang aman. Solidaritas Mahasiswa Bandung (SMB) mengadakan konsolidasi pertama untuk membantu korban Banten. Unisba sebagai base komunikasi atau pusat informasi dan ikut sertanya beberapa kampus seperti UIN, Unpas, ISBI, Unjani merelakan waktu santainya untuk merealisasikan rasa empati dan simpati terhadap korban.
Mengaitkan dengan masa tanggap bencana, selama 14 hari mereka akan menggalang bantuan di tiap kampus yang turut berpartisipasi untuk dikirimkan kepada korban bencana. Pada Selasa (25/12) SMB mengadakan kegiatan pertamanya dengan konsep solidarity base coffee di Cikapundung River Spot yang mana hasil penjualannya nanti akan di donasikan. Mereka juga menggalang dana menggunakan kencleng di jalanan, diantarannya, Jalan Braga, Jalan Soekarno Hatta, dan Jalan Asia Afrika serta bekerja sama dengan beberapa tempat usaha menggunakan cara menaruh kencleng.
Menurut penuturan Koordinator Pusat SMB, Daryanto Jakaria mengatakan untuk penggalangan dana di tiap kampus memiliki cara atau budayanya tersendiri. “Pendistribusian kita pasti sesuaikan kebutuhan dan kuantitas yang kita dapatkan disini. Jika urgensi disananya (Banten dan Lampung), kita langsung kirim. Dari hasil penggalangan tiap kampus dikumpulkan ke Unisba Tamansari No.1,” tutur pria yang kerap di panggil Paato.
Bicara mengenai membantu saudara sebangsa, banyak organisasi, instansi, atau pun individu yang menolong dengan gaya yang berbeda. Tentunya ada alasan tersendiri, Daryanto pun mengungkapkan animo mahasiswa masih bagus terhadap kepekaan menolong korban bencana. “Permasalah di tiap kampus setelah dana terkumpul yaitu kebingungan mereka untuk mendistribusikan dananya kemana. Dikarenakan kami daoat kepercayaan, dan kami memiliki orang yang langsung terjun ke lapangan, dan kami dititipi amanah.”
Agenda Terkini
Bicara mengenai materi, Daryanto mengatakan tercatat SMB di pusat (Unisba) telah mengumpulkan uang sebesar Rp. 5.580.000,-. Begitu pun dengan barang, yang berkoordinasi dengan Sekolah Dasar Kalang Anyar di Pandeglang mengenai data kebutuhan seperti barang pengungsi, obat-obatan , makanan siap saji, tenda, terpal, selimut, genset, perlengkapan rescue, kantung jenazah, higienis kit.
“Ahamdulillah tanggal 29 kita mengumpulkan 15 terpal, 10 baju layak pakai, 25 karung barang seperti; selimut, pakaian dalam pria dan wanita , juga peralatan solat. Dua kilo biji kopi serta uang penggalangan yang belum diserahkan oleh kampus. Penggabungan dana seluruhnya dikumpulkan tanggal 5 Januari. Minggu (30/12) juga ada kegiatan amal kedua, bentuknya talkshow, hiburan band di Bandung dan market kolektif di @rumah_cemara,” tambahnya ketika diwawancarai pada Sabtu (29/12).
Kondisi Terkini
Menemui Komandan Operasional Jawa Barat, Reggi Kayong Munggaran selah satu orang tim Relawan Jawa Barat yang berangkat menuju Banten menyebutkan daerah yang terkena dampak yang parah yakni dekat pantai seperti Pantai Carita, Anyer, Labuan, Tanjung Jaya arah Ujung Kulon. “Bangunan 90 persen hancur saya kira, korban tertimbu atau ketarik ke laut dan alat SAR belum ada dan cukup memumpuni. Pengungsi lari ke daerah lebih tinggi di Desa Mahendra, dikarenakan hujan yang terus menerus turun dari hari pertama.” ucap pria yang dulu pernah jadi relawan saat tsunami Aceh.
Ketika di Banten, Reggi menyayangkan kurangnya management disaster. “Di medsos bantuan banyak, tapi tidak ada yang sampai. Sebenarnya itu karena macet banget, bantuan tuh banyak banget kaya tahun barua justru yang kurang.”
Merasa diperlukanya informasi kepada donatur, publik perlau tahu mengenai boleh dan tidak bolehnya memberikan bantuan seperti; susu formula atau mie instan, juga pakaian tidak layak. “Ini berbeda dengan Aceh. Banten dan Lampung terancam karena ini faktor dari gunung,” tutur Reggi.
Walaupun Reggi merasa dua hingga tiga hari kebelakang manajemennya membaik ia menyayangkan momen yang pernah terjadi. “Ketika itu ada isu air naik, semua panik, coba kalau ada informasi kesana, engga boleh ada masyarakat biasa kecuali tim sar atau medis kan dalam bencana ada second hazard . Jadi, orang datang dan pergi tanpa manajemen sehingga kacau,” tutupnya. (Iqbal Yusra Karim/ SM)