
Suasana kebakaran yang terjadi di kawasan Sukahaji, Jalan Terusan Pasirkoja, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Rabu (10/4/2024). (Foto: Farhan Anfasa Hidayat/SM).
Suaramahasiswa.info, Unisba– Kebakaran terjadi di kawasan Sukahaji, Jalan Terusan Pasirkoja, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Rabu (10/4/2024), tepat satu hari sebelum sidang perdana sengketa lahan antara Warga Sukahaji dengan Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Namun persidangan yang diagendakan pada Kamis, (10/4) ini ditunda hingga Kamis, (17/4) mendatang akibat ketidakhadiran pihak tergugat dari unsur pemerintah, yakni pihak Kelurahan Sukahaji dan Kecamatan Babakan Ciparay.
Absennya mereka memicu kekecewaan dari warga Sukahaji yang telah hadir di lokasi persidangan. Sementara itu, menurut Ketua Forum Sukahaji Melawan, Ronal Raja mengatakan bahwa sekitar seratus warga Sukahaji menghadiri sidang tersebut.
Ia menilai pengadilan bersikap tidak adil karena tetap melanjutkan proses persidangan meski pihak tergugat belum memiliki kedudukan hukum yang jelas. “Menurut saya pengadilan tidak fair, hakim harus memutuskan ketika dia tidak punya legal standing. Tapi ya itu kebijakan hakim ya saya terima,” ucap Ronal saat diwawancarai pada Kamis, (10/4).
Kronologi Kebakaran 9 April di Sukahaji
Tepat sehari sebelum sidang perdana dilaksanakan, terjadi kebakaran yang menghanguskan kios-kios penjual kayu di kawasan Sukahaji yang disengketakan. Berdasarkan pantauan Suara Mahasiswa, kebakaran terjadi pada pukul 23.53 WIB. Beberapa warga sempat mencoba mengevakuasi dengan alat seadanya sebelum pemadam kebakaran datang di lokasi sekitar pukul 00.10 WIB.
Ronal mengungkapkan bahwa pada Senin, (7/4) sempat ada surat edaran yang mengharuskan pengosongan lahan di Sukahaji. Namun surat tersebut tidak digubris oleh warga dan ia pun menduga kebakaran yang terjadi pada Rabu, (9/4) ini sebagai strategi untuk sabotase.
Ia melanjutkan bahwa insiden kebakaran tersebut tidak memakan korban jiwa, tetapi menyebabkan empat hingga lima orang mengalami luka-luka. Satu korban mengalami luka berat dan dirawat di Rumah Sakit Kawari, satu korban mengalami luka ringan, dan satu korban lainnya telah dipulangkan.
Menanggapi peristiwa tersebut, warga Sukahaji bersama koordinator dan tim kuasa hukum sepakat untuk melaporkan insiden kebakaran ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat karena dinilai sangat merugikan. Selain itu, mereka juga berencana mengajukan gugatan lanjutan apabila putusan dimenangkan warga, termasuk melaporkan kuasa hukum pihak lawan yang dinilai tidak memiliki legal standing dalam persidangan.
“Kita akan melakukan dulu pengumpulan data yang ada di lapangan, kemudian setelah itu full data itu sudah kami penuhi semua baru kita akan melakukan pelaporan resmi terhadap laporan dugaan adanya kebakaran juga laporan adanya premanisme yang dilakukan ormas-ormas yang dibayar oleh pihak lawan.” ucap Freddy Panggabean selaku Kuasa Hukum Warga Sukahaji pada Kamis, (10/4).
Konflik Lahan Sebelum Kebakaran
Konflik ini bermula pada 2009, ketika Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar mengklaim kepemilikan lahan seluas 7,5 hektare yang telah dihuni warga Sukahaji sejak 1985. Lahan tersebut telah digarap secara turun-temurun oleh warga hingga tiga generasi.
Sejak 2010, upaya pengosongan mulai dilakukan melalui intimidasi dan tawaran kompensasi yang dinilai tidak layak. Pada 2013, warga menolak tawaran kompensasi sebesar Rp750.000 per kepala keluarga dan harus menghadapi tekanan hingga malam hari. Selanjutnya ketegangan kembali memuncak pada 2018 ketika kebakaran melanda lebih dari 80 rumah warga yang juga diduga sebagai bagian dari upaya pengusiran.
Situasi yang terus menekan ini akhirnya mendorong warga untuk mengajukan gugatan karena merasa dirugikan dan diintervensi. Warga menilai bahwa pihak Junus tidak memiliki bukti yang sah secara hukum untuk mengambil tanah yang kini mereka jadikan tempat tinggal.
Gugatan perdata diajukan atas dugaan perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 119/Pdt.G/2025/PN Bdg. Tindakan tersebut berupa pemasangan pagar seng tanpa izin yang menghalangi akses warga ke rumah mereka.
Melansir dari tirto.id, Rizal Nusi selaku kuasa hukum Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar, mengatakan bahwa tidak ada sengketa lahan karena kliennya memiliki bukti sah kepemilikan tanah. Ia juga menjelaskan bahwa pemagaran dilakukan sebagai bentuk pengamanan yang sah menurut hukum dengan semua aspek administratif yang telah diverifikasi.
Di sisi lain, warga sukahaji sudah menempati kawasan tersebut hingga puluhan tahun. Gugatan juga akan dilayangkan secara pidana dan perdata.
“Ada yang dua generasi ada yang tiga generasi, lalu tiba-tiba ada orang yang mengklaim kepemilikannya sementara mereka sudah bertempat tinggal disitu selama 10 sampai 30 tahun. Jadi mungkin itulah sengketa yang akan kita persoalkan,” kata Freddy.
Lebih lanjut, selama mempertahankan tanah yang mereka huni, warga Sukahaji mengaku mendapat berbagai bentuk intimidasi. Mulai dari ancaman pembakaran, penjara, kehadiran aparat yang diduga berpihak pada pengklaim, hingga pembunuhan.
Meski mendapat tekanan dari berbagai pihak, warga tetap menolak segala bentuk penawaran yang diberikan. Warga juga berkomitmen untuk terus mempertahankan ruang hidup yang telah ditempati sejak lama.
“Apapun yang terjadi hari ini dan pembakaran yang kemarin, pelajaran yang berharga buat kami. Saya sudah sampaikan ke teman-teman koordinator semua, apapun rasanya kita harus tetap bertahan di situasi apapun sampai titik darah penghabisan, “ ujar Ronal saat Konferensi Pers pada Kamis, (10/4).
Ronal menyampaikan bahwa warga Dago Elos yang sudah mengalami sengketa lahan lebih dahulu datang untuk memberikan masukan serta mendorong pentingnya kekompakan koordinator warga dalam menghadapi masalah yang terjadi. Ia juga menambahkan bahwa solidaritas antar warga menjadi kunci utama dalam mempertahankan hak atas lahan yang sedang diperjuangkan.
Selain itu, Freddy berharap permasalahan ini dapat dilakukan di pengadilan agar menghasilkan keputusan yang adil dan bebas dari intervensi pihak manapun. “Mereka bukan masyarakat liar, mereka ber-KTP dan ber-KK di sana, tau-tau ada yang mengaku ini miliknya, bagaimana negara kita kalau seperti itu? Kalau mereka punya bukti, ajukan ke pengadilan bukan gunakan ormas (Organisasi Masyarakat, Red) untuk menakut-nakuti warga. Harapan kami adalah mendapatkan keadilan dan kepastian hukum yang seadil-adilnya, “ pungkasnya.
Reporter: Kelvin Rizqi Pratama/SM & Siska Vania/SM
Penulis: Linda Puji Yanti/SM
Editor: Syifa Khoirunnisa/SM