“Ini adalah acara baru dari KMJ. Dan acara ini dibuat dalam rangka memperingati May Day dan Hari Pers Internasional.” jelas M. Reza, ketua pelaksana Singsireumeun Part #1.
Acara ini dimeriahkan dengan pemutaran dokumenter garapan Ucu Agustin yang mengisahkan suka duka menjadi seorang jurnalis yang bekerja di Media milik “orang politik”. Salah satu kasus yang diangkat film ini adalah kasus di-PHKnya Luvian, salah satu wartawan Metro TV.
“Film ini memang bagus, intinya membuka realita yang ada. Setelah kita tahu bahwa sebuah media yang terkenal oleh beritanya yang inovatif, menginspirasi dan sebagainya ternyata memberitakan berita yang tak sesuai dengan kenyataannya.” ungkap M. Zaelani, salah satu penonton Dibalik Frekuensi.
Kasus lain yang dibahas adalah kisah Harry, korban Lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari Sidoarjo ke Jakarta untuk menuntut pertanggung jawaban dari Aburizal Bakrie. Namun perjuangan yang dilakukannya ini akhirnya pupus dengan penyataan permintaan maafnya di stasiun televisi milik Bakrie ini sendiri.
Konglomerasi media saat ini telah mengubah image jurnalis yang seharusnya netral menjadi berpihak kepada pemangku kepentingan dalam dunia politik. Jurnalis seharusnya memberitakan fakta, bukan fiksi dan tidak dicampurtangani oleh pihak pemilik media. Zaelani berpendapat bahwa jurnalis itu seharusnya independen. “ Ketika fakta yang ada adalah A, maka katakanlah A, jangan diubah menjadi B.Namun realita yang ada tidak seperti itu.” tutupnya. (Leni Adelina/SM)