Pintu masuk museum Mandala Wangsit Siliwangi Jalan Lembong No. 38 Bandung menjadi gerbang ilmu pengetahuan sejarah, khususnya sejarah perjuangan di Jawa Barat. Gedung ini menjadi saksi perjuangan para prajurit Siliwangi kala berusaha melawan DI/TII.
Suaramahasiswa.info, Bandung – Mustopa sebagai salah satu pengurus museum mulai menceritakan perselisihan antara DI/TII dan pasukan Siliwangi yang terjadi 66 tahun silam, yang mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Siliwangi pun bangkit dan kembali ke gedung bekas dinas perwira Belanda yang kini menjadi Museum Mandala Wangsit Siliwangi. Bertempat di jalan Lembong No. 38 Bandung, gedung ini menjadi saksi perjuangan para prajurit Siliwangi kala berusaha terus bangkit namun tak henti perlawanan terus terjadi. Sekitar tahun 1950 tepatnya 23 Januari pukul 09.00 pagi, prajurit kembali diserang oleh segerombolan Angkutan Perang Ratu Adil (APRA). Adolf Lembong atau biasa dikenal dengan Mayor ini pun gugur bersama 79 korban lainnya.
Kini bangunan yang konon diresmikan oleh panglima Siliwangi ke-8 pada tahun 1966, telah terkumpul barang bersejarah saat pahlawan sedang berjuang. Gedung pun kembali di resmikan oleh presiden Soeharto pada tahun 1980. “Alhamdulillah, sekarang ada 1.473 barang asli di museum ini. Termasuk saat zaman Kerjaan pertama Prabu Siliwangi yang dihibahkan oleh ahli warisnya,” ujar A. Mustopa .
Mandala Wangsit atau berarti dengan tempat amanah dipilih menjadi nama museum ini yang berasal dari bahasa sangsekerta menurut A. Mustopa. Barang bersejarah pun didapatkan tidak hanya dari penyimpanan terdahulu, namun adanya sumbangan dari keluarga para pahlawan. Berjalannya waktu, museum ini terus meningkatkan minat anak bangsa dalam mengetahui sejarah. Saat ini, dengan bekerjasama dengan pecinta sejarah di kota-kota Indonesia, Kodim III Siliwangi mengadakan teatrikal. Hal ini pun dilakukan sewaktu ada peringatan tertentu termasuk momentum 24 Maret 1946 Bandung Lautan Api.
Lalu, apa arti perjuangan pahlawan bagi penerusnsya? Sebelum menutup pembicaraan, ia menuturkan setidaknya museum ini menjadi tempat mengadu ilmu sejarah negara Indonesia. Dalam wawancaranya, ia mengemukakan bahwa hal baik dari peritiwa terdahulu sebaiknya diambil. Agar menjadi pembelajaran akan arti sebuah perjuangan. “Kalau ada yang baik ya kita ambil, setiap kejadian dahulu jadikanlah cermin ke depan. Bahwa nanti perlu banyak pembelajaran bagi penerus bangsa,” ujarnya.
Hal ini pun dibenarkan oleh Karlinda Rahma, baginya sejarah perjuangan tak hanya sekedar cerita kenangan. Melainkan pembelajaran akan arti ketulusan. “Barang bersejarah, itu adalah bukti akan adanya ukiran kisah perjuangan pahlawan dan itu dapat dijadikan pembelajaran di masa depan,”ungkap mahasiswi Sejarah UIN Jakarta ini. (Salma Nisrina/SM)