Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Deka Ulung Hapsara saat ditemui awak media di pemukiman Tamansari RW 11, Kota Bandung pada Senin (27/8/2018).
Suaramahasiswa.info, Bandung – Setelah dikabarkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) siap menggusur pemukiman di Tamansari RW 11, Kota Bandung pada Senin 27 Agustus 2018, di hari yang sama Pemerintah Kota (Pemkot) tawarkan mediasi. Penawaran ini ada setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendatangi Pemkot pada Senin (27/8).
Menurut Komisioner Komnas HAM, Deka Ulung Hapsara proses penggusuran akan dihentikan selama mediasi berlangsung. Ia pun bisa memastikan hal itu ditepati oleh Pemkot. “Jika sampai ada proses intimidasi selama mediasi belum usai silahkan katakana pada kami,” tegasnya.
Deka menyampaikan jika waktu, tempat dan sistem mediasi belum ditentukan. Namun, ia sempat mengatakan jika dalam proses mediasi yang berlangsung hanya warga Tamansari RW 11 yang boleh berbicara.
“Mungkin akan dilakukan dalam tiga hari kedepan yang pasti tempatnya tidak di sini ataupun di Pemkot karena harus dalam kondisi yang netral agar posisinya setara,” ungkapnya saat ditemui di bekas reruntuhan bangunan Tamansari RW 11.
Meski begitu ia tetap mewanti-wanti warga Tamansari RW 11, jika dalam proses mediasi nanti tidak boleh terpancing emosi. Menurutnya hal itu bisa jadi mengaburkan substansi dari mediasi. “Kami paham jika Pemkot harusnya tidak hanya ganti rugi atas tanah tapi hak asasi manusianya pun dipenuhi.”
Anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Syahri Dalimunthe menyatakan bisa saja hasil mediasi memenuhi hak warga jika pemerintah punya iktikad baik. Ia mengatakan jika argumentasi dan tuntutan yang nanti dipersiapkan pasti berdasarkan HAM. “Ketika Pemkot tidak punya iktikad baik melihat tuntutan berdasarkan HAM bisa saja deadlock,” ungkapnya.
Eva, salah satu warga Tamansari RW 11 merasa bersyukur jika hari ini tidak terjadi penggusuran. “Walaupun sekarang sudah tengah hari tapi alhamdulillah akhirnya kami merasa tenang dengan hadirnya Komnas HAM.”
“Pengharapan paling tinggi adalah kepemilikan tanah, kami tetap disini, pekerjaan kami kembali, kehidupan kami terjaga, anak-anak kami bisa tenang untuk belajar dan bapak-bapaknya bisa tenang untuk bekerja,” tutupnya. (Ressy & Indah/SM)