UKM Baseball-Softball (UBS). (Foto/UBS)
Suaramahasiswa.info, Unisba – Masa-masa sulit dialami Ketua Softball UKM Baseball-Softball (UBS) Indra Maolana saat kepengurusannya. Indra tak dapat jatah dana sisa sedikitpun sepeninggalan kepengurusan UBS yang dinahkodai Almeizar Pramadya Yakti alias Bado. Kesulitan periode Indra dinilai merupakan buntut dari kepengurusan periode Bado.
Berawal dari permintaan anggota untuk latihan, Indra – masih sebagai anggota, belum pengurus – selalu dipercaya Bado menjadi manager dalam pentas kejuaraan. Dalam perbincangan mereka, Indra meminta uang untuk mengadakan latihan bersama anggota UBS. Di sanalah Bado mengatakan kepada Indra bahwa dana dari kepengurusan sebelumnya sudah habis.
“Bingungnya di situ saya juga, saya disuruh minta uangnya ke Bado, terus dari angkatan 2018 juga minta uang dan ternyata enggak ada, uangnya nol,” kata Indra saat diwawancarai pada Selasa (15/10) di sekretariat rumpun olahraga.
Mendengar kabar tersebut, Indra dan kawannya terpaksa jalani latihan menggunakan dana patungan. Bukan hanya itu, saat gelaran KBMU Fest, pengurus UBS juga patungan. “Daripada enggak ada mending jangan maksain terus nagih-nagih tapi tetep enggak hasil dan akhirnya udunan untuk KBMU Fest,” ujarnya.
Rentetan peristiwa tersebut, membuat Indra mempertanyakan sisa dana dalam pentas kejuaraan yang diikuti oleh UBS. Indra menyinggung terkait dana sisa pentas Indonesia Inter-College Softball Championship 2019, yang dilaksanakan pada 1-10 Maret 2019 lalu. Dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) pentas tersebut, tertera jika total keseluruhan pengeluaran biaya mencapai sebesar Rp 88.036.799. Indra kemudian melakukan percakapan dengan Bado setelah melihat LPJ.
“Bahkan [dahulu] Bado ngobrol ke saya ada sisa 22 juta, yang Jogja itu. Emang kita makan bareng-bareng gitu untuk 33 oranglah, karena di situ tuh emang ngitung-ngitung sisa, enggak mungkin habis,” ucapnya.
Ketika ditanya lewat telepon perihal dana sisa pentas juara, Bado mengaku dana sisa sejumlah 10 juta sudah dikembalikan ke Kemahasiswaan Unisba. “Liga Mahasiswa itu sisa 10 juta, Dhiya (Sekertaris satu) lihat dengan mata kepalanya sendiri uang itu dikembaliin sama saya ke kemahasiswaan,” jelas Bado. Saat dikonfirmasi ke Ketua Bagian Kemahasiswaan, Nanang Firdausi dengan singkat menyatakan jika uang sebesar 10 juta tersebut sudah dikembalikan.
Terhadap beberapa anggapan yang menimpa dirinya saat ini, Bado tidak ingin berkomentar apapun. “Saya enggak mau banyak komentar. Pilihannya gini saya speak up atau saya diem. Di sini saya diam, kalau dibuka enggak akan kondusif. Mending nama saya ancur dari pada nama UBS enggak bisa apa-apa ke depannya,” katanya.
Pada November 2018 lalu, UBS mendapat dana pembinaan dari kemahasiswaan sebanyak 20 juta saat Milad Unisba ke-60 ketika Bado masih menjabat sebagai ketua. Dana tersebut, kata Bado, digunakan untuk membeli peralatan, seperti glove, bet baseball, bola dan topi atas permintaan anggota dan pengurus. Di luar peralatan yang telah dibeli, Bado menggunakan uang tersebut untuk membayar gaji pelatih dan pemain cabutan ketika pentas Red Fox.
Ia mengaku memperoleh dana pas-pasan dari kemahasiswaan sehingga untuk mengakali gaji pelatih dan pemain cabutan mengambil dari dana 20 juta tersebut. “Karena kita pas kejuaraan Red Fox itu dikasih dari kampus itu pas-pasan banget yang cuman cukup buat makan terus bertanding. Sementara kita ada pembukuan untuk bayar gaji pelatih, bayar pemain cabutan, itu dari mana? Ya saya mengakalinya dari 20 juta itu,” ujarnya
Terkait dengan dana pembinaan, Fajri Adi Reza selaku Koordinator Divisi Peralatan UBS mempertanyakan kualitas dari peralatan yang dibeli, pasalnya ia mengatakan jika peralatan tersebut tidak sesuai standar atau bisa dibilang palsu.
“Jadi bola itu seharusnya ada grip-nya ada jaitan yang menonjol di bola softball, namun di bola enggak ada jaitan yang menonjol, menurut saya dan temen-temen itu enggak layak untuk dipakai lempar tangkap, paling layak dipakai untuk tosh ball kaya mukul bola ke jaring. Tapi setelah dua kali pukulan satu bola itu bisa penyok. Dari bahan kulitnya pun beda sama bola yang suka dipakai. Pertama bola itu licin, lalu grip-nya enggak ada, dan cetakan tulisan merk itu enggak orisinal intinya,” ucapnya.
Bado mempertanyakan keberadaaan anggota dan pengurus semasa ia menjabat. “Mereka kenapa enggak bisa merawat alat-alat tersebut, mau ngandelin saya sama Dhiya bedua? apakah harus saya semua? Disaat saya harus ngurus keuangan dan segala macem, saya enggak punya waktu, dan kalian menuntut itu ketika saya mau turun (jabatan),” ucapnya.
Sistem Organisasi dan Transpanrasi Dana
Dalam berjalannya organisasi, Indra mengaku jika organisasi hanya dijalankan oleh Bado beserta Sekretaris satu UBS, Dhiya Izdihar. Selama menjadi anggota, Indra mengatakan jika dirinya hanya mengetahui perihal latihan dan tanding.
“Jadi cuman tau main doang, anggota di sini main doang. Nah lebih mirisnya itu buat yang regenerasi, karena kebanyakan dimainkan itu atlet yang sudah jadi. UBS ada buka pendaftaran, buat apa ada pendaftaran tapi enggak dikembangkan [anggotanya],” tuturnya.
Sama halnya dengan Wakil Ketua UBS periode Bado, Arif Dhifan, jika koordinasi dirinya dengan Bado tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pelimpahan tugas dalam UBS diakui Dhifan hanya terjadi dalam kegiatan tertentu saja.
Fajri juga mengatakan jika ia hanya mengkoordinir barang baru yang masuk, maupun yang keluar ketika latihan ataupun kejuaraan saja. Namun tanggung jawabnya untuk pembelian peralatan justru tidak terjadi. “Mungkin bado enggak percaya ngasih uang ke saya untuk beli peralatan sendiri. Jadi Bado pun bekerja sendiri untuk beli semuanya,” ujar Fajri.
Instransparansi dana kerapkali dirasakan anggota serta pengurus di masa kepemimpinan Bado. Baik Indra, Dhifan maupun Fajri membenarkan adanya intransparansi dana. Indra sempat menagih adanya transparansi dana. Namun, Bado tidak mengamini hal itu. Bado hanya menyebutkan nominalnya saja tanpa menjelaskan aliran dananya.
Menjawab persoalan keorganisasian, Bado mengaku tidak melakukan kaderisasi dan pelimpahan beban kerja organisasi karena sikap pengurus yang dianggap pasif. Ia mengatakan dari banyaknya kepengurusan, yang aktif hanya dua orang saja, sekertaris dan ketua.
Bado berterus terang bahwa kesalahan dirinya kala menjabat ialah tidak melakukan pencatatan pengeluaran uang. Beban kerja ganda yang mendasari permasalahan tersebut, karena ia tidak mampu mengerjakan dan merekap semuanya hanya berdua saja,” kata Bado.
“Ini yang agak berat, itu sebenarnya kesalahan saya juga sih. Karena saya cuman kerja berdua jadi kaya ada uang dan langsung bayar, sudah kaya gitu. Saya harusnya merekap semuanya itu, tapi enggak bisa cuman saya berdua gitu lho,” tuturnya.
Berbagai upaya dilakukan Indra dan lainnya untuk mendesak Bado agar terbuka perihal dana dan diskusi. Namun, Indra kesulitan untuk menemui Bado karena keberadaannya di Bali. Indra mengatakan sempat berhubungan dengan Bado melalui sambungan telepon. Lalu Bado memutus hubungan dengan cara memblok sejumlah anggota UBS.
Reporter: Fadil Muhammad
Penulis: Ifsani Ehsan Fachrezi & Fadil Muhammad
Editor: Puspa Elissa Putri