Dede Affandi namanya. Lelaki berusia 46 tahun itu hendak menjemur kerupuk uyel di bawah sinar matahari langsung di Desa Neglasari, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung pada Sabtu siang (7/3). Tingginya harga elpiji dan bahan baku pembuatan membuat Affandi dan para pengusaha kerupuk lainnya kewalahan berspekulasi.
Suaramahasiswa.info, Banjaran – Sejumlah pengusaha kerupuk mengaku kewalahan dalam menghadapi dampak mahalnya harga gas elpiji di Banjaran, Kabupaten Bandung pada Sabtu (7/3). Seperti yang dialami Dede Affandi (46 tahun), pengusaha kerupuk uyel asal Desa Neglasari ini misalnya, mengeluhkan harga gas elpiji yang masih tinggi di pasaran.
“Sekarang harga gas yang ukuran tiga kilogram Rp. 24 ribu per tabung, kalau yang besar harganya sampai Rp. 145 ribu per tabung. Saya cari kadang nemu kadang enggak, kalau ada harganya segitu,” ujarnya.
Ia pun menuturkan, sebelum harga gas elpiji meroket ia selalu memakai gas ukuran 12 kilogram dalam memproduksi kerupuk, namun semenjak harga naik ia lantas beralih dengan memakai gas yang disubsidi oleh pemerintah.
“Saya sudah enggak sanggup beli gas yang ukuran 12 kilogram. Pakai yang ukuran tiga kilogram—eh, harganya juga mahal,” keluh Affandi.
Harga gas elpiji yang masih tinggi, mau tidak mau membuat Affandi harus mengecilkan ukuran kerupuk buatannya. “Kalau harganya saya naikan, sulit. Pembeli hanya tahuharga kerupuk ini Rp. 500 per buah, jadi enggak mungkin saya naikan jadi Rp. 600,” ungkapnya.
Hal berbeda dikatakan Ade Oom (59 tahun), pengusaha kerupuk ranginang di Desa Tanjung Sari yang mengaku enggan mengecilkan ukuran produk ranginang buatannya. Meski harga gas elpiji dan bahan baku mahal, ia tetap memproduksi.
“Saya lebih baik menaikan harga ketimbang mengecilkan ukuran. Renginang pedas ini yang semula Rp. 27 ribu per kilogram, sekarang menjadi Rp. 28 ribu per kilogram,” ujarnya.
Ia lantas berharap,pemerintah segera menekan tingginya harga gas elpiji di pasaran agar para pelaku usaha kecil—yang memanfaat gas elpiji sebagai bahan bakar—tidak kewalahan dalam berspekulasi.(Sugiharto Purnama/SM)